find me on fb: Muhammad Muhtam Amalana || ig: @Ini_Muhtam || muhtam.xfriends@yahoo.com
Kamis, 07 Januari 2016
Mahasiswa dan Politik Bagi-Bagi Kekuasaan*
oleh: Muhammad Muhtam Amalana
Mahasiswa adalah agen perubahan sosial yang senantiasa mengawal perubahan di masyarakat baik itu di tingkat lokal, regional maupun nasional. Mahasiswa sebagai garis terdepan masyarakat dalam perjalanan demokrasi Indonesia mempunyai peran yang sangat besar seperti pengawalan dan kontrol demokrasi di negeri ini. Segala hal yang terjadi di dalam pemerintahan setiap saat tak lepas dari pengamatan dan observasi para agen perubahan ini.
Tercatat, banyak kasus dalam perjalanan demokrasi bangsa ini sukses dikawal dan dikritisi dengan baik oleh para mahasiswa, mulai dari Pemilu yang bersih dan jujur, Transparansi anggaran pemilu, kampanye sehat hingga pengawalan proses pembentukan kabinet oleh Presiden terpilih beberapa waktu lalu telah berhasil dikawal dan menghasilkan keputusan yang dinilai memuaskan banyak pihak.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah ketika Mahasiswa banyak melakukan kritik kepada Presiden RI terpilih waktu itu Joko Widodo dalam pembentukan Kabinet Kerja-nya. Mahasiswa menilai Jokowi tidak konsisten akan janji kampanyenya yang berjanji akan membentuk kabinet yang ramping dan tidak akan melakukan politik bagi-bagi kekuasaan kepada partai koalisinya. Ia Jokowi berjanji akan menempatkan orang yang kompeten dan profesional dibidangnya untuk ditempatkan di kementrian dalam kabinetnya.
Namun, beda janji beda bukti, Jokowi yang diharapkan masyarakat membentuk kabinet ramping dengan orang-orang profesional tanpa bagi-bagi kursi untuk partai koalisi malah membentuk kabinet yang lumayan besar dengan tetap melakukan politik bagi-bagi kekuasaan kepada partai koalisinya meski ia mengklaim bukan politik bagi-bagi kekuasaan karena orang partai yang menjadi menteri di kabinetnya harus melepaskan jabatan di partainya masing-masing. Hal ini beberapa waktu lalu membuat banyak mahasiswa bereaksi keras atas ketidak-konsistenan Jokowi karena masih saja membentuk kabinet yang berbau politis.
Melihat hal itu kita patut memberikan apresiasi kepada para Mahasiswa yang telah kritis kepada pemerintah, karena dengan kritikan dari para Mahasiswa inilah Jokowi beberapa kali melakukan reshuffle kabinet dengan melepaskan menteri partai dan diganti dengan menteri profesional non-partai.
Sekarang muncul pertanyaan-pertanyaan besar dalam otak kita, apakah kekritisan mahasiswa yang ditujukan kepada pemerintah itu juga berlaku pada mahasiswa itu sendiri?, terlebih pada momen seperti ini ketika Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) akan bergulir beberapa hari lagi. Mampukah mahasiswa dari partai pemenang pemilwa merangkul partai-partai kecil yang kalah kelak dalam pemilwa terlebih dari partai yang berasal dari organisasi ekstra kampus yang mempunyai perbedaan ideologi dengan organisasi ekstra kampus yang memiliki partai pemenang untuk bersama-sama belajar berpolitik di jajaran kampus tanpa harus memandang golongan, dan ideologi sesuai dengan tujuan utama dibentuknya BEM, SEMA, Pemilwa dan lain-lain yaitu sebagai media pembelajaran Mahasiswa untuk belajar berpolitik, tentu bukan hanya politik yang sama dengan politik di republik ini, melainkan politik yang lebih baik dan bahkan menjadi contoh model perpolitikan di negeri ini.
Tentu kita semua berharap agar mahasiswa yang suka melakukan kritik terhadap pemerintah itu juga tidak mempunyai standar ganda dalam menyikapi hal-hal yang berkaitan dengan politik terutama politik bagi-bagi kekuasaan yang sering dikritisi oleh para mahasiswa. Kita tentu ingin melihat apakah mahasiswa yang tidak suka politik bagi-bagi kekuasaan ala Jokowi mampu mengimplementasikan konsep berpolitik tanpa bagi-bagi kekuasaan pada teman satu partai atau satu organisasinya, sebuah konsep politik yang murni bertujuan untuk memajukan mahasiswa UIN Walisongo Semarang tanpa harus memandang dari Partai apa dan dari organisasi mana ia berasal. Semua harus kembali pada tujuan awal proses berpolitik di kampus, yakni agar SEMUA MAHASISWA mampu berproses, berkembang dan belajar berpolitik dengan baik tanpa membedakan darimana mahasiswa itu berasal.
*) artikel ini pernah dimuat di Koran KOMPOR
edisi Senin, 14 Desember 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar