Sabtu, 23 April 2016

Mengapa Harus Belajar?*



           http://bobo.kidnesia.com/var/gramedia/storage/images/bobo/b-young-journalist/pengalamanku/mengapa-harus-belajar-mengarang/25868063-1-ind-ID/Mengapa-Harus-Belajar-Mengarang.jpg  
Kalimat tersebut mungkin seringkali terngiang-ngiang pada nurani kita sebagai pelajar yang terkadang bingung apa sih fungsi dan esensi dari kegiatan belajar itu sendiri. Belajar juga sering dirasakan sebagai sesuatu yang sangat berat dan sulit untuk dilakukan, padahal kita tahu bahwa ada banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh dari sebuah kegiatan “Belajar”. Belajar sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai sebuah usaha untuk memperoleh sebuah kepandaian atau ilmu.
            Tak jarang dari kita merasakan
dorongan yang kuat dari dalam batin kita saat akan belajar, entah itu belajar di sekolah setiap harinya ataupun di kehidupan sehari-hari di luar sekolah seperti halnya di rumah atau di pondok. Padahal, tanpa kita sadari belajar adalah bagaikan makanan yang setiap saat kita butuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi otak kita. Setidaknya ada beberapa hal yang mengakibatkan manusia itu harus dan justru wajib untuk belajar. Diantaranya ialah belajar sebagai suatu kebutuhan naluriah manusia keseluruhan, kemudian belajar adalah satu-satunya faktor pembeda mana manusia dan mana binatang serta yang ketiga adalah dengan belajar manusia menunjukkan rasa bersyukurnya kepada Tuhan yang telah memberikannya akal dan pikiran.
            Pada dasarnya, kegiatan belajar atau rasa ingin mengetahui sesuatu (Inggris: Curiosity Sense) adalah salah satu diantara naluri-naluri yang dimiliki setiap manusia di dunia. Disadari atau tidak, setiap manusia entah itu pria atau wanita, tua atau muda, berpendidikan atau gelandangan setiap harinya akan melakukan kegiatan ini. Setiap manusia cenderung akan mengamati hal-hal yang dianggapnya menarik dan unik, kemudian mereka akan memperhatikan dengan seksama mengapa hal tersebut bisa terjadi dan mengapa demikian, kemudian mereka akan menarik kesimpulan tersendiri dan akan mengkoreksikan kesimpulan itu kepada manusia lainnya, apakah sudah benar atau salah.
            Kita ambil contoh misalkan seorang anak berusia balita yang belajar berbicara, seorang anak balita akan cenderung mengamati kedua orang tua dan lingkungan sekitarnya berbicara dan berinteraksi. Perlahan namun pasti, si anak tersebut akan merekam lalu merumuskan dalam otak kecilnya apa-apa yang dilihat dan didengarnya, dengan bimbingan dan arahan orang tua dan orang-orang sekitar, hingga pada usia tertentu si anak tersebut akan dapat menirukan bagaimana orangtua dan lingkungannya berbicara, meskipun belum sempurna seratus persen, tetapi orang-orang sekitar anak tersebut akan menuntunnya hingga dapat berbicara dengan sempurna. Disini dapat kita tarik kesimpulan bahwa ternyata proses mengamati, merumuskan dan mempraktekkan plus ditambah bimbingan guru adalah hal-hal esensi yang bersifat naluriah yang sebenarnya dimiliki manusia saat belajar. Jadi, belajar merupakan sebuah kebutuhan ultra primer yang memang dimiliki semua manusia dan harus dipenuhi bagaimanapun caranya. Tidak mungkin seorang manusia tidak melakukan proses belajar itu sendiri, kalaupun ternyata ada di dalam diri kita rasa untuk menolak masuknya sebuah ilmu pengetahuan (seperti malas belajar) maka itu sama saja seperti kita menolak untuk makan pada saat kita tengah kelaparan.
            Selanjutnya adalah belajar sebagai satu-satunya faktor pembeda mana manusia dan mana binatang. Kalimat itu terdengar cukup ekstrim, namun jika kita cermati baik-baik ternyata ada benarnya juga. Banyak  hal yang pada mulanya dianggap tidak mungkin kini bisa terjadi dengan mudah jika belajar.
            Kita ambil contoh, pada jaman dahulu,  manusia beranggapan bahwa manusia tidak dapat terbang seperti halnya burung. Manusia pada mulanya menganggap bahwa mereka tidak mempunyai kekuatan atau tidak tahu cara untuk terbang melayang, dan terbang bagi manusia dianggap sebagai sesuatu yang khayal. Tetapi dengan berbagai macam percobaan dan pembelajaran dari berbagai kegagalan percobaan sebelumnya, manusia kini pun dapat melakukan penerbangan dengan menciptakan pesawat terbang. Disinilah letak kehebatan manusia dibanding bintang yang dapat belajar dari kesalahan-kesalahan di masa lalu.
            Sementara itu, bintang akan cenderung melakukan sesuatu sesuai kehendaknya tanpa berpikir terlebih dahulu, mereka juga cenderung tidak pernah belajar dari pengalaman. Kita lihat hewan nyamuk, hewan nyamuk akan terus menghisap darah manusia meskipun mereka tahu bahwa dengan menghisap darah maka kemungkinan mereka untuk mati karena dibunuh manusia sangat besar. Mereka tidak pernah belajar dari pengalaman sebelumnya dan terus menghisap darah meskipun kematian adalah resiko terbesarnya.
            Begitupula saudara dekat manusia yaitu kera, mereka tahu bahwa kebutuhan makanan mereka di hutan semakin menipis, mereka malah terus bergantung dengan alam dan tidak pernah belajar agar bagaimana makanan di hutan tidak habis. Berbeda dengan manusia, pada zaman purba, manusia juga bergantung pada alam dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, tetapi seiring menipisnya ketersediaan makanan, para manusia itupun mulai bercocok tanam agar mereka tidak kehabisan makanan. Inilah pembeda manusia dengan binatang, dengan belajar dan berpikir, manusia akan dapat menguasai dunia dan alam semesta. Tetapi sebaliknya, tanpa belajar dan berpikir, manusia tidak akan mampu menguasai dunia dan alam semesta, bahkan manusia akan terlihat lebih hina dari para binatang.
            Hal terakhir yang menyebabkan manusia itu wajib untuk belajar adalah karena dengan belajar dan berpikir berarti manusia mensyukuri nikmat dari Allah SWT. Seperti kita ketahui, Allah SWT memberikan sebuah kelebihan kepada manusia yang tidak diberikan-Nya kepada makhluk lain yakni berupa akal. Bahkan makhluk sesuci dan setaqwa malaikat pun tidak Allah berikan akal dan hanya kepada manusia Allah memberikan akal untuk para manusia tersebut agar berpikir dan bertakwa. Dengar akal manusia dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dengan akal pula manusia dapat berpikir dan belajar tentang suatu hal.
            Salah satu cara untuk mensyukuri akal sebagai nikmat Allah adalah dengan menggunakan akal tersebut untuk belajar, mengisinya dengan hal-hal yang bermanfaat bagi manusia itu sendiri dan bagi makhluk di sekitarnya. Karena bagaimana pun juga akal juga tidak akan berkembang sendiri tanpa usaha dari pemiliknya untuk belajar. Tidak belajar sama halnya kita tidak menggunakan akal yang telah Allah berikan pada kita. Tidak menggunakan akal sama saja kita mengkufuri nikmat luar biasa dahsyat yang Allah berikan.
            Maka dari itu pentingnya belajar dan mempelajari hal-hal yang ada di sekitar kita, menggunakan akal pikiran kita untuk menghasilkan sebuah ilmu yang kelak dapat bermanfaat bukan hanya bagi sesama manusia tetapi juga bermanfaat kepada seluruh makhluk di dunia ini. Dengan belajar selain kita dapat memperoleh berbagai macam ilmu pengetahuan, kita juga secara tidak langsung dapat mensyukuri nikmat Allah dan tentunya merasa jauh lebih dekat kepada Allah, sebagaimana kita tahu bahwa dengan mengamati dan mempelajari alam semesta, maka sama saja kita belajar untuk mengenali Allah. [#Muhtam]

*)keterangan:
 
Artikel ini pernah dimuat di Majalah Experience Edisi XIII tahun 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar