Suatu malam di sebuah rumah, seorang pemuda berusia 16
tahun tengah sibuk mengetik sebuah cerita pendek atau yang biasa disebut
sebagai cerpen di netbook (laptop berukuran agak kecil) kesayangannya. Sebuah cerpen
sedikit tidak singkat dengan panjang sekitar 8 halaman dalam waktu sebulan
harus ia selesaikan. Ia menulis cerpen bukanlah karena ia berbakat dalam
mengarang atau menulis, tetapi terlebih karena tugas pelajaran bahasa Indonesia
bab cerpen yang menuntutnya untuk membuat cerpen tersebut dengan segenap tenaga
yang dimilikinya.
Satu
demi satu huruf ia ketik dan terangkai dalam satu kata. Dan kata demi kata pun
terbentuk dan tersusun menjadi sebuah kalimat. Dan kalimat-kalimat tersebut
tersusun rapi dalam satu paragraf yang padu hingga membentuk sebuah cerita. Ditemani
segelas wedang jahe dan musik ska yang asik ia pun terus
mengetikkan kata-kata yang ada dalam otaknya. Sesekali ia pun menekan tombol backspace
di netbooknya karena merasa ada yang salah dalam cerpennya. Mungkin karena ia
bingung menentukan kata apa yang pas, mungkin juga karena ia salah ketik karena
saking cepatnya ia mengetik sehingga menimbulkan kesalahan.
Sebenarnya
tidak sedikit tulisan-tulisan amburadul yang sudah ia save di harddisk
netbooknya itu dulu. Mulai dari puisi, lirik lagu, cerpen, hingga novel pun
pernah ia coba tulis. Namun, ia merasa bahwa karangan-karangan yang ia tulis
itu belum pas dan enak untuk dibaca. Sehingga tidak ada satupun karangannya
yang berani ia publikasikan. Sehingga banyak teman-temannya bahkan orang tuanya
tidak mengetahui hal tersebut.
Kata
demi kata terus ia curahkan dalam lembar kerja Microsoft Word 2007 yang
belum ia save itu. Hingga jari-jarinya pun berhenti mengetik. Bukan karena ia telah
selesai merampungkan cerpennya, justru karena ia bingung menentukan konflik apa
yang sesuai untuk cerpennya. Memang banyak cerpen dan novel yang sudah pernah
coba ia buat sebelumnya, namun selalu gagal pada saat menentukan konflik.
Kalaupun konflik terjadi di cerpennya, ketika ia baca kembali cerpen buatannya
itu malah seperti nggak nyambung buanget. Ia pun sedikit ragu dan pesimis
bisa menyelesaikan cerpen yang ia kerjakan kali ini dan mendapat nilai A dari
guru bahasa Indonesia di Madrasahnya.
Tepat
jam 22.30 WIB dilihatnya jam di netbooknya yang berada di sebelah pojok kanan
bawah layar netbook hp-mini nya yang berwarna biru itu. Rasa kantuk
yang mulai menyelimutinya pun membuat pemuda tersebut lelah dan memutuskan
untuk tidur seraya memulihkan lagi tenaga dan pikiran yang terkuras seharian.
Ditekannya tombol ‘ctrl+S’ dan disimpannya file cerpen tersebut dengan nama “CERPENKU
TUGAS.docx”. Tombol Enter pun ia tekan dan ia lalu meraih mouse dan mengarahkan
kursor untuk men-shutdown-kan netbooknya.
Ia
pun menghabiskan wedang jahe buatannya dan segera bergegas untuk tidur.
Masih terngiang-ngiang di benak pemuda itu konflik apa yang harus ia pakai pada
cerpen karangannya kali ini. Satu demi satu konflik pun coba ia karang di
angan-angannya, namun apa daya ia merasa konflik yang ia karang kurang wow,
hingga beratnya kelopak mata akhirnya menuntun dirinya berpetualang di dunia
mimpi.
Kira-kira
beginilah mimpi pemuda itu..
***
“Brakk...!”
terdengar suara bantingan kursi dari rumah tetangga sebelah.
“Cukup!, aku tidak mau lagi melihat
dirimu, pergi kamu dari rumah ini...!” terdengar dari kejauhan suara marah
penuh emosi keluar dari mulut Prapto, pemuda pengangguran yang dulunya adalah
seorang sarjana hukum dari fakultas hukum unversitas ternama di Jawa Tengah.
Namun ia sekarang menjadi pengangguran dan sering mabuk-mabukan, judi dan
terkadang berpesta narkoba di rumahnya bersama teman-temannya di komunitas Setan Punk Stres 666. Prapto yang dulu
sangat berbeda dengan Prapto sekarang. Ia dulu selalu mendapatkan rengking satu
di kelasnya hingga ia SMA. Kepintarannya sangat hebat dibandingkan teman-teman
sebayanya sehingga ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan di salah satu universitas
yang terkenal di Jawa Tengah. Namun, setelah ia lulus dan mendapatkan gelar
sarjana ia pun berubah 1800.
Semua
ini berawal dari saat ayahnya meninggal karena penyakit jantung dan gagal
ginjal yang dideritanya sejak 4 tahun lalu saat Prapto di semester akhir
kuliahnya. Ayahnya adalah seorang pengusaha tepung tapioka yang sukses dan
terkenal di seluruh antero kota Pati. Bisnisnya berkembang pesat dan tepung
produksinya berhasil menembus pasar ekspor. Keluarga Prapto juga terbilang
harmonis, ibunya yang cantik merupakan mantan juara ratu kecantikan di kota
Semarang tahun 1987 dan memiliki dua orang anak Prapto dan adiknya Nikmah. Sekian
lama keluarga kecil ini hidup bahagia bak dunia ada di genggaman tangan mereka.
“Bruakk...!”
tiba-tiba terdengar seperti suara benda berat yang jatuh di kamar mandi rumah
Prapto.
Tak
lama kemudian terdengar suara jeritan wanita minta tolong.
“Seseorang..
tolong saya...! tolooong..” teriak wanita tersebut.
Prapto
yang saat itu tengah libur kuliah karena ia telah menyelesaikan tugas skripsi
serta tinggal menunggu wisuda dan saat kejadian itu tengah berada dirumah dan terkejut
mendengar jeritan ibunya yang berada di kamar mandi.
“Ada
apa mah?” dengan agak terburu-buru Prapto menghampiri ibunya yang berteriak
minta tolong tersebut.
“Astaghfirullahal
Adziim..” Prapto pun terkejut.
“Innalillahi
wa inna ilaihi rojiuun..” Prapto pun terdiam seakan tak percaya melihat ayah
yang sangat ia cintai itu terbujur kaku di pangkuan ibunya di kamar mandi.
“Ayahmu
Prap.. Ayahmu sudah tiada nak..” ibu Prapto pun menatap Prapto dengan penuh
kesedihan. Tergambar jelas di wajah cantik nan ayu ibu Prapto tersebut rasa
kehilangan yang amat dalam ia rasakan.
“Tapi
kenapa bisa begini mah? Kenapa?” Prapto bertanya seakan tak percaya.
“Ayahmu
tadi saat mau buang air tiba-tiba terjatuh dan kepalanya membentur keran di
kamar mandi. Saat itu mamah lagi masak di dapur buat makan malam Prap.” Jelas
ibunya.
***
Empat
puluh hari setelah kematian ayahnya, dalam suasana yang masih berduka tiba-tiba
terdengar ketukan pintu agak memaksa di pintu depan.
“Tok..
Tok.. Tok..”
“Woyy
Subandriyo! Keluar kamu...! kalo kamu masih tidak mau keluar kami akan
mendobrak paksa pintu ini.” Terdengar suara ancaman yang keluar dibalik pintu.
Ibu
prapto yang sedang mencoba tidur siang karena kecapean setelah acara peringatan
40 hari meninggalnya mendiang suaminya itu pun segera membukakan pintu. “Iya
sebentar..” teriak ibu Prapto.
Dibukalah
pintu rumah itu dan ternyata tiga orang kekar dan tinggi besar yang dari tadi
mengetuk pintu rumah. “Bu, kami dari Bank Artha Saudara mau bertemu dengan bapak
Subandriyo menuntut beliau segera melunasi hutang-hutangnya yang sudah jatuh
tempo. Apakah beliau ada?” tanya seorang Debt Collector kepada ibu
Prapto.
“Oh..
suami saya.. beliau sudah meninggal beberapa waktu yang lalu mas. Kemarin baru
saja hajatan peringatan 40 harinya.” Jelas ibu Prapto.
“Wah,
kami turut berduka cita bu atas meninggalnya bapak Subandriyo.. tapi hutang
tetap saja hutang dan itu harus dibayar.” Ungkap seorang debt collector
itu.
“Memang,
berapa hutang suami saya ya pak?” tanya ibu Prapto.
“20
M bu.., ini datanya.” Jelas debt collector itu sembari ia menunjukkan
kwitansi dan surat jaminan yang sudah ditandatangani pak Subandriyo dengan
materai Rp6000,00.-.
“Masya
Allah! Besar sekali pak.. uang kami tidak cukup untuk melunasi hutang-hutang
itu saat ini pak.”
“Wah,
berarti rumah ibu beserta aset-aset ibu kami sita sebagai pengganti
hutang-hutang beliau bu, karena ini sudah jatuh tempo selama setahun lebih dan
belum lunas juga.” Ucap debt collector yang kekar dan ngeri itu.
Ibu
Prapto pun terkejut mendengar hal itu. Tidak ada lagi yang bisa ia perbuat
selain menuruti apa yang debt collector minta. Prapto yang tengah asyik
nonton TV bersama adik kesayangannya itupun mendengar apa yang terjadi di ruang
tamu. Karena penasaran ia menghampiri ibunya yang sedang bersama tiga orang
kekar dan besar itu.
“Nak,
kemasi barang-barang kita dan bilang kepada adikmu juga ya? Suruh dia kemasi
barang-barang kita” perintah ibu Prapto.
“Lho
emang ada apa mah?”
“Mendiang
ayahmu punya hutang 20 milyar kepada Bank Artha Saudara dan sudah setahun lebih
jatuh tempo. Dan kita sudah tidak punya apa-apa lagi untuk bisa membayar
hutang-hutang itu nak.. Sesuai kesepakatan, ayahmu dulu memeberikan jaminan
rumah ini dan aset-asetnya termasuk pabrik tepung kita nak, jadi semua yang
kita miliki harus disita oleh bank.” Jelas ibu Prapto dengan sangat berat.
“Tapi,
mah..”
“Sudah
mengalah saja, kita memang sudah kalah dan tidak punya apa-apa lagi. Kalau kita
melawan juga percuma. Nanti yang ada malah masalah ini menjadi panjang.” Potong
ibu Prapto.
Prapto
beserta ibu dan adiknya pun pindah rumah. Dengan sisa uang warisan ayahnya
mereka membeli rumah sederhana di sebuah kampuk agak pelosok.
Karena
banyaknya masalah yang terjadi di keluargnya, ibu Prapto pun sering sakit-sakitan.
Hingga selang beberapa waktu kemudian ibu Prapto juga dipanggil oleh Yang Maha
Memiliki menyusul suaminya yang terlebih dahulu tiada. Sejak saat itu Prapto
hidup dengan adiknya yang sudah kelas X SMA. Prapto pun frustasi karena tidak
mendpatkan pekerjaan dan adiknya terpaksa berhenti bersekolah karena tidak
mempunyai biaya untuk bersekolah. Tidak ada saudara yang membantu mereka hidup
karena mereka sendiri tidak kenal Pakdhe, Budhe, Paklik dan Buklik
mereka. Sehingga mereka hidup merana tanpa adanya kasih sayang orang tua.
Nikmah
adik Prapto akhirnya bekerja sebagai buruh ocek (buruh pengelupas kulit
ketela pohon) di pabrik tepung yang dulu adalah milik ayahnya. Kehidupannya
sekarang berubah drastis setelah ditinggal kedua orang tuanya. Penghasilannya
pun pas-pasan sehingga tak jarang mereka tidak makan seharian.
Prapto
yang frustasi dan tekanan batin sekarang sering pulang malam. Ia sekarang
terjerumus jurang setan narkotika dan miras setelah bergabung di geng anak Punk
nya itu. Ganja, Heroin, Morfin dan beberapa botol minuman keras kadang bisa
dengan mudah ditemukan di kamarnya yang agak kumuh. Tak jarang Prapto pun
memukuli adiknya sendiri yang tidak bersalah karena tidak mau dimintai uang
untuk membeli miras dan selinting ganja. Sehingga banyak tetangga mereka yang
merasa kasihan kepada Nikmah adik Prapto.
Karena
ulahnya itulah Prapto diusir dari kampung tersebut, ia sekarang menjadi anak
punk jalanan bersama teman-temannya di komunitas Setan Punk Stres 666.
Adiknya si Nikmah diangkat menjadi anak angkat oleh tetangganya. Dan Prapto
hidup di jalanan bersama teman-temannya. Ngamen, malak, nyopet dan njambret pun
dijalani Prapto beserta kawan-kawan untuk bertahan hidup di jalanan kota yang
keras.
***
Siang
hari di bulan Agustus yang panas karena musim hujan telah lama tidak datang,
Prapto beserta temannya Garong tengah beraksi untuk menjambret tas di daerah
terminal kota Pati. Ia dan Garong pun mulai mengawasi satu demi satu wanita
ber-tas yang lalu lalang di tengah kesibukan terminal kota Pati. Hingga
merekapun menemukan mangsa yang tepat. Terlihat dari balik tenda warung kopi
Pak Sarman tempat Prapto dan Garong mencari mangsa nampak seorang mahasiswi
berjilbab yang mempunyai tinggi sekitar 168 cm tengah berjalan sendiri tanpa
teman menuju sebuah bis jurusan Pati-Semarang. Saat wanita itu mau naik bis
Ikha Jaya yang akan ia tumpangi, Prapto dan Garong pun dengan cepat merebut tas
wanita itu.
“Jambreeett..
Jambreeett.. toloooonngg...!!” wanita itu berteriak meminta pertolongan kepada
semua orang yang ada di terminal itu. Sontak semua orang yang mendengar jeritan
itu langsung mengejar Prapto dan Garong yang kabur melarikan diri. Mereka
berlari sekuat daya dan tenaganya. Meski dikejar banyak orang Prapto dan Garong
akhirnya berhasil menyelamatkan diri karena mereka bersembunyi di dalam tempat
sampah di pojok terminal.
“Wahaha..
mantap mangsa kita kali ini Prap..” seru Garong yang kesenengan melihat usaha
mereka tidak sia-sia.
“Yoi
brader.. untung kita bisa selamet. Coba kalo kagak, bisa ancur kita. Hehehe”
sahut Prapto.
Mereka
berdua membuka tas tersebut yang didalamnya berisi dompet, kosmetik, hp blackberry
dan dua bungkus pembalut wanita yang masih baru. Prapto pun membuka isi
dompet wanita tersebut dan ditemuinya uang tunai sejumlah 25 juta rupiah
beserta KTP atas nama Khusnatuz Zayni Ramadhan. Dilihatnya foto KTP tersebut,
wajah cantik nan rupawan wanita itu yang berbalutkan jilbab berwarna biru.
Tertera juga alamat wanita tersebut di Jalan KH. Ahmad Mutammakin no. 29 Kajen
Margoyoso Pati. Ada juga secarik kertas keterangan dokter dari RS. Mardi Rahayu
Kudus yang berisi keterangan tentang penyakit jantung dan gagal ginjal yang
diderita atas nama H. Ahmad Abdullah Az-Zaky yang tidak lain merupakan ayah dari
Khusna wanita yang dijambretnya siang tadi.
Matahari
telah memerah pertanda malam akan segera datang, Prapto merasa bersalah kepada
wanita yang ia jambret tadi siang bersama Garong. Ia teringat kepada Almarhum
ayahnya yang juga menderita penyakit yang sama seperti ayah wanita tadi. Ia
lalu berinisiatif mengembalikan tas hasil. Ia merasa kasihan kepada wanita yang
ia jambretnya tadi.
Meski
ditentang teman-temannya, Prapto tetap ngotot ingin mengembalikan tas milik
wanita cantik yang dijambretnya tadi.
“Weiz
loe tu dah gila ya bro?? Setengah mati loe lari biar gak digebukin orang.
Giliran uda berhasil dapet tasnya malah mau lu kembaliin begitu aja! Stres lu
bro...” ujar Bagus teman satu geng Prapto yang juga sebagai ‘ketua suku’ di
geng Setan Punk Stres 666.
Prapto
pun ngotot tetap ingin mengembalikan tas itu. Ia bahkan sempat menerima pukulan
dari teman-temannya agar ia tidak mengembalikan tas tersebut dan menikmatinya
bersama teman-temannya. Meski dipukuli teman-temannya hingga babak belur
akhirnya Prapto berhasil melarikan diri dari teman-teman satu gengnya itu dan
mencoba mencari alamat yang ada di tas tersebut.
Keesokan
harinya saat mentari mulai menampakkan sinarnya lagi, dengan uang sisa hasil
ngamennya selama seminggu ia pergi menuju alamat itu untuk mengembalikan tas
beserta isinya dan sekaligus meminta maaf kepada wanita pemilik tas itu.
Dinaikinya bis engkel Cahaya Abadi jurusan Pati-Tayu. Walau penuh sesak
karena jam berangkat kantor dan sekolah tak menyurutkan niatnya untuk
mengembalikan tas tersebut. Ia selalu terngiang-ngiang kejadian meninggalnya
ayahnya yang mengakibatkan ia harus hidup dijalanan karena diusir dari
kampungnya gara-gara memukuli adik kesayangannya yang tidak bersalah dulu.
Setetes air mata pun membasahi pipi kasarnya saat teringat kejadian masa
lampaunya itu.
“Protelon
Kajen.. Protelon Kajen..! ayo yang mau turun. Sudah sampai di protelon
Kajen ini.” Teriak kondektur bis yang menandakan bahwa ia telah sampai di
Pertigaan Mbang Arum Ngemplak yang sedikit lagi sampai ke Kajen. Ia memang
sudah tidak asing lagi dengan desa Kajen yang punya banyak santri dan juga
konter hp ini. Almarhum ayahnya sering mengajak Prapto berziarah di makam mbah
Ahmad Mutammakin dan sering juga mengajaknya bersama adiknya menyaksikan parade
drumband ketika khaul mbah Kajen dan mbah Ngemplak (sebutan untuk
Syekh Ahmad Mutammakin Kajen dan Syekh Ronggokusumo Ngemplak) setiap tanggal 10
Syura dan 10 Shofar Hijriyah. Ia pun seakan bernostalgia pada masa-masa
kecilnya bersama keluarganya yang penuh kasih sayang dulu.
Langkah
demi langkah ia tapaki. Perlahan namun pasti ia menyusuri jalan dan sesekali
beristirahat karena kelelahan berjalan kaki. Suara adzan dzuhur menggema
keseluruh penjuru ‘Kota Santri’ dan menandakan hari telah siang. Hatinya pun
terketuk untuk melaksanakan solat yang telah lama ditinggalnya. Prapto ingin
berubah seperti dulu waktu kecil lagi dan berniat untuk meninggalkan kebiasaan
buruknya mengonsumsi miras dan narkoba. Hatinya seolah terketuk oleh suara adzan
yang merdu dari speaker masjid yang legendaris itu ‘Masjid Kajen’. Ia lalu
bergegas menuju masjid Kajen untuk solat dhuhur berjamaah. Walau berpakaian
mengerikan dan serba hitam khas anak-anak punk, ia tetap melanjutkan niatnya
untuk bertemu dengan Allah Tuhan Semesta Alam.
***
Solat
pun selesai ia kerjakan meski ada beberapa bacaan solat yang telah lupa
setidaknya Prapto merasa lebih tenang dan hatinya menjadi lebih tentram.
“Kang,
njenengan anak mana?” seorang santri menghampirinya saat ia hendak
mengenakan sepatunya lagi.
“Oh..
saya anak Pati mas! Ini kan saya mau cari alamat ini lho.. perkenalkan nama
saya Muhammad Suprapto Subandriyo” Prapto dengan ramah menyapa santri yang menemuinya itu
sembari menunjukkan alamat pemilik tas tersebut.
“Iya kang Prapto salam kenal. Nama
saya Ali Rozkin kang. Cukup panggil saya Ali deh hehehe! Waah.. ini sih
rumahnya Yi Dollah Zaki kang. Saya tahu rumahnya. Mau takziyah juga ya?”
tanya santri tadi.
“Haah..
takziyah? Kenapa mas? Siapa yang meninggal?” Prapto pun bertanya dengan nada
agak terkejut.
“Lho,
njenengan belum tahu to kalo Yi Dollah sedo tadi pagi?.
Baru pagi ini jenasahnya dikebumikan kok kang. Sekitar jam 7 pagi tadi sampai
rumah duka setelah dirawat di Kudus. Sebenarnya beliau mau dioperasi, tapi
kekurangan uang. Lhawong pas anaknya mau pergi ke Kudus bawa uang malah
kena jambret kang diterminal. Hemmm...” Jelas Ali kepada Prapto.
Tersentak
Prapto pun terdiam dan merasa sangat bersalah sudah menjambret tas berisi uang yang rencananya akan dipakai untuk
operasi itu. Prapto pun meminta santri tadi untuk segera mengantar kerumahnya
Yi Dollah Zaki. Setelah sampai di rumah duka, suasana berduka masih menyelimuti
kediaman Yi Dollah Zaki. Banyak santri dan santriwati yang berkumpul tak
henti-hentinya membacakan Yasin dan Tahlil. Prapto pun ingin menangis, namun ia
menahan tangisnya yang hampir saja pecah membasahi pipinya. Ali pun meminta
kepada salah satu santri ndalem untuk memanggilkan mbak Khusna.
“Mbak..
dicari orang mbak..” salah seorang santriwati menghampiri kamar Khusna dan
memanggilnya dengan nada agak pelan. Khusna pun mendengar panggilan itu, ia pun
mengusap air mata yang seakan tidak mau berhenti menetes membasahi pipinya yang
putih karena berduka atas kematian abah
yang sangat ia cintai itu. Segera ia bergegas membuka pintu kamarnya.
“Ehm..
siapa ya dek?” tanya Khusna sambil mengusap air mata lagi.
“Nggak
tau mbak, pakaiannya serem kok mbak. Kayaknya bukan orang sini deh mbak. Itu
orangnya nungguin di depan mbak.” Ujar santriwati itu.
Khusna
pun penasaran dan menghampiri pria yang berpakaian serba hitam ala
preman-preman seperti di TV.
“Emmm..
ada perlu apa ya mas?” tanya Khusna yang sedikit penasaran kepada pria tadi.
Tersentak
Prapto pun kaget melihat kecantikan wajah ayu, cantik nan rupawan wanita
bernama lengkap Khusnatuz Zayni Ramadhan itu. Hatinya seakan berbunga-bunga dan
jiwanya bagai melayang-layang di atas awan cinta saat memandang wajah manisnya yang
berbalutkan jilbab. Prapto pun terdiam melihat kecantikan wajah Khusna yang
cantik itu.
“Mas..?”
Panggil Khusna kepada pria itu.
“Eh..
dengan mbak Khusnatuz Zayni Ramadhan ya??” tanya Prapto kaget.
“Iya
mas, saya sendiri..” jawab Khusna.
“Jadi
begini mbak, perkenalkan saya Prapto mbak. Saya mau minta maaf kepada mbak dan
keluarga mbak..” kata Prapto.
“Lho
memangnya mas punya salah apa ya sama saya dan keluarga saya?” tanya Khusna
lagi.
“Besar
banget mbak salah saya sama njenengan. Mbak kemarin kena jambret ya
mbak?” tanya Prapto dengan nada yang berat.
“Iya
mas.., tas saya beserta isinya hilang kena jambret di terminal. Padahal ada uangnya
yang seharusnya buat operasi abah saya itu. Hemmm...” satu air mata mulai
menetes lagi di pipi khusna yang cantik.
“Justru
itu mbak.., saya merasa sangat bersalah dan benar-benar bersalah telah
menjambret tas embak. Ini mbak saya kembalikan tas beserta isi-isinya. Sumpah
saya tidak apa-apakan isi tas embak. Bahkan saya tidak menikmati isinya satupun
mbak. Maafkan saya mbak..!” jelas Prapto kepada Khusna.
Khusna
lalu terdiam dan kaget mendengar pengakuan pria berpakaian ngeri
tersebut. Ia merasa ingin membunuh pria yang ada di depannya itu. Namun apa
daya, ia merasa tidak tega dan teringat akan pesan ayahnya bahwa membunuh, dan
berdendam itu tidak baik dalam Islam. Ia hanya diam dan menahan tangis yang
mulai memberat di kelopak matanya.
Prapto
tak kuasa menahan tangis dan rasa bersalahnya kepada Khusna. Hingga air mata
Prapto pun mengalir deras dan membasahi pipinya. Suasana haru pun tercipta
diantara mereka.
“Mbak..
maaf mbak, ini tasnya njenengan mbak...!!” Dengan bercucuran air mata
Prapto pun menyerahkan tas tersebut kepada khusna.
“Iya
mas saya maafkan, semua ini memang sudah takdir Allah mas..! kalaupun tas saya
tidak mas jambret juga kalau takdir Allah mengatakan abah saya tiada pada hari
ini pasti tidak ada yang bisa melawan hal itu mas. Ibarat nasi itu suah menjadi
bubur.” Khusna mencoba untuk tabah dan menerima dengan lapang dada tanpa adanya
dendam di hatinya.
“Terimakasih
mbak.. Saya pengin berubah mbak..! Saya pengen tobat dan kembali mengenal Allah
lagi mbak. Saya ingin menebus dosa-dosa saya yang dulu mbak!,” kata Prapto
dengan nada agak menyesal dan marah kepada dirinya sendiri. Prapto ingin
berubah dan bertaubat lagi. Tekadnya sudah bulat untuk meninggalkan jurang
hitam setan yang ia diami selama ini.
“Kalau
mbak setuju, ijinkan saya nyantri disini mbak. Saya ingin belajar agama lagi.
Saya ingin bertaubat mbak...!! Tolong saya mbak!” sambung Prapto lagi dengan
air mata mengucur deras diwajahnya.
Khusna
pun terkejut mendengar hal itu. Ia seolah tak percaya masih ada saja seorang
jambret yang mau mengembalikan tas seisinya kemudian menyatakan ingin bertaubat
ke jalan yang benar dan meminta pertolongan kepadanya untuk mengajarinya ilmu
agama.
“Khus..
ada orang to nduk? Kok nggak dikasih minum?” Tiba-tiba terdengar suara
seorang wanita yang terlihat agak sepuh memanggil Khusna dan memecah
keharuan yang terjadi antara Khusna dan Prapto.
“Eh
umi.. perkenalkan mas ini umi saya, namanya Umi Salamah. Anak-anak santri
manggilnya Nyai Salamah.” Ucap Khusna memperkenalkan ibunya kepada Prapto.
“Eh
umi.. nama saya Muhammad Suprapto Subandriyo mi.., hehehe” Prapto tertawa ramah
menutupi rasa bersalahnya kepada keluarga Khusna. Sementara Khusna mengambil
minuman aqua yang disediakan untuk para pelayat.
“Lho
kamu itu kalau tidak salah putranya bapak Subandriyo yang dulu pengusaha tepung
sukses itu ya nak?” tanya umi ke Prapto
“Iya
umi, kok umi tahu?” tanya Prapto balik.
“Wah..
aku ini ya budhemu nang...! Bapakmu itu adik dari almarhum Yi Dollah
Zaki suamiku nang. Lha ibu dan adikmu gimana kabarnya?” tutur Umi Salamah.
Prapto
terkejut mendengar bahwa ia masih saudara dengan Khusna. Ia sama sekali tidak
menyangka bahwa orang yang ia jambret ternyata masih saudara tunggal mbah
dengannya.
“Wah..
beneran ini umi? Njenengan mosok budhe saya??” tanya Prapto seakan tak
percaya dengan apa yang umi katakan.
“Iya
nang.. percaya umi deh!, bapakmu Subandriyo itu kan yang gendut dan jarang
mandi kan nang?” tanya Umi Salamah meyakinkan Prapto.
“Hehehe..
iya umi..! berarti tidak salah lagi kalo umi itu budhe saya?” tanya Prapto.
“Iya
nak Prapto.. adekmu dan ibukmu gimana sekarang sehat??” tanya umi lagi.
“Adekku
diangkat jadi anak angkat tetangga um.. ibuku meninggal beberapa bulan setelah
ayah tiada. Dan aku frustasi karena kebanyakan pikiran sehingga terjerumus ke
jurang hitam narkoba umi!, aku menjadi anak jalanan yang amburadul dan tidak
ada yang memberiku kasih sayang. Tapi aku ingin taubat seperti dulu lagi um,
boleh nggak saya nyantri di pondok umi ini??” Jelas Prapto.
“Innalillahi
wa inna ilaihi rajiuun.. ibumu sudah meninggal juga nak??, Masya Allah, umi
tidak mendengar kabar itu nak.. maafkan umi ya nak ya?” tutur umi seolah kaget
mendengar cerita dari Prapto. “Kalau itu memang maumu untuk taubat dan belajar
agama lagi di pondok ini,umi dengan senang hati akan menerimamu menjadi santri
disini nak. Tapi berjanjilah untuk tidak sekali-sekali mendekati jurang hitam
setan seperti narkoba, miras dan kawan-kawannya itu lagi. Berjanjilah kepada
umi dan kepada Allah nak.”
“Iya
Umi, saya berjanji tidak akan masuk ke jurang hitam itu lagi. Saya sadar semua
yang telah saya perbuat selama ini salah. DEMI ALLAH SAYA INGIN TAUBAT!” Janji
Prapto kepada umi.
Semenjak
itu Prapto pun menjadi santri di ponpes tersebut. Setelah betahun-tahun
terlewati ia nyantri dan dirasa ilmu agamanya cukup ia akhirnya meminang Khusna
anak dari Almarhum KH. Ahmad Abdullah Az-Zaky, wanita yang pernah ia jambret
tasnya di terminal. Adik Prapto dek Nikmah pun telah dewasa dan menikah juga
dengan salah seorang santri Kajen bernama Ali yang Prapto temui seusai solat
dhuhur dan yang mengantar Prapto ke rumah Khusna dulu.
Mereka
akhirnya hidup bahagia, Prapto dan Khusna memiliki seorang anak putra bernama
Soleh. Dan Nikmah yang menjadi istri Ali memiliki empat orang anak. Dua anak
mereka putra, dan dua lagi putri.
Suatu
ketika banjir pun menggenangi desa Kajen karena hujan deras yang tak kunjung
berhenti.. seisi rumah terendam banjir sehingga semua barang basah kuyup
termasuk Prapto.
Dan
pemuda yang bermimpi dalam tidurnya itupun terbangun kebasahan karena
sebenarnya ia telah diguyur air satu ember oleh kakeknya yang kesal karena ia
masih molor juga. Pemuda pemimpi tadi akhirnya bangun untuk mengambil wudhu dan
segera solat sembari mencoba mengingat-ingat mimpinya semalam. Ia tak mau
kehilangan cerita yang mengharukan di mimpi itu dan menuliskan mimpinya di
tugas cerpennya.
Matahari
mulai meninggi, jam hp-nya telah menunjukkan pukul 06.00 WIB. hari ini
merupakan hari libur sekolah bagi pemuda itu, karena esok hari akan ada MID
semester di sekolahnya dan sekolahnya diliburkan sehari, jadi ia bisa
menghabiskan waktu liburnya untuk meneruskan cerita pendek karangannya itu.
Diketiknya cerita dalam mimpinya. Terkadang ia berhenti sejenak untuk
mengingat-ingat cerita apa yang terjadi di mimpinya semalam. Paragraf demi
pragraf pun terbentuk dan menghasilkan sebuah cerita pendek sepanjang sembilan
halaman. Akhirnya cerpen yang ia kerjakan pun selesai. Perutnya yang mulai
keroncongan karena belum diisi seharian memaksanya untuk menyudahi menulis
cerpen itu. Rasa puas terpancar jelas di wajahnya yang penuh jerawat dan belum
mandi itu. Diketiknya cerpen itu sampai selesai. Hingga cerpen buatannya itupun
berakhir di SINI.
***
SEKIAN DAN TERIMAKASIH
T A M A T
---------------------------
keterangan
*) Cerpen ini adalah cerpen tugas yang penulis karang dan tulis saat kelas X MA
Solusi yang tepat jangan anda putus asah... KI .angen jallo akan membantu anda semua dengan Angka ritual/GHOIB: butuh angka togel 2D 3D 4D SGP / HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin 100% jebol Apabila ada waktu silahkan Hub: KI RONGGENG DI NO: [[[ 085-283 790 444 ]]] ANGKA GHOIB: SINGAPUR 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB: HONGKONG 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB; TEXAS ANGKA GHOIB; TOTO/ MAGNUM 4D/5D/6D/ ANGKA GHOIB; LAOS/JIKA INGIN MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH 20 X TERBUKTI
BalasHapusTRIM’S ROO,MX SOBAT
Solusi yang tepat jangan anda putus asah... KI .angen jallo akan membantu anda semua dengan Angka ritual/GHOIB: butuh angka togel 2D 3D 4D SGP / HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin 100% jebol Apabila ada waktu silahkan Hub: KI RONGGENG DI NO: [[[ 085-283 790 444 ]]] ANGKA GHOIB: SINGAPUR 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB: HONGKONG 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB; TEXAS ANGKA GHOIB; TOTO/ MAGNUM 4D/5D/6D/ ANGKA GHOIB; LAOS/JIKA INGIN MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH 20 X TERBUKTI
TRIM’S ROO,MX SOBAT