Senin, 04 April 2016

Cerpenku.. "Sepenggal Kisah dari Alam Mimpi"*

 
Suatu malam di sebuah rumah, seorang pemuda berusia 16 tahun tengah sibuk mengetik sebuah cerita pendek atau yang biasa disebut sebagai cerpen di netbook (laptop berukuran  agak kecil) kesayangannya. Sebuah cerpen sedikit tidak singkat dengan panjang sekitar 8 halaman dalam waktu sebulan harus ia selesaikan. Ia menulis cerpen bukanlah karena ia berbakat dalam mengarang atau menulis, tetapi terlebih karena tugas pelajaran bahasa Indonesia bab cerpen yang menuntutnya untuk membuat cerpen tersebut dengan segenap tenaga yang dimilikinya.

                        Satu demi satu huruf ia ketik dan terangkai dalam satu kata. Dan kata demi kata pun terbentuk dan tersusun menjadi sebuah kalimat. Dan kalimat-kalimat tersebut tersusun rapi dalam satu paragraf yang padu hingga membentuk sebuah cerita. Ditemani segelas wedang jahe dan musik ska yang asik ia pun terus mengetikkan kata-kata yang ada dalam otaknya. Sesekali ia pun menekan tombol backspace di netbooknya karena merasa ada yang salah dalam cerpennya. Mungkin karena ia bingung menentukan kata apa yang pas, mungkin juga karena ia salah ketik karena saking cepatnya ia mengetik sehingga menimbulkan kesalahan.
                        Sebenarnya tidak sedikit tulisan-tulisan amburadul yang sudah ia save di harddisk netbooknya itu dulu. Mulai dari puisi, lirik lagu, cerpen, hingga novel pun pernah ia coba tulis. Namun, ia merasa bahwa karangan-karangan yang ia tulis itu belum pas dan enak untuk dibaca. Sehingga tidak ada satupun karangannya yang berani ia publikasikan. Sehingga banyak teman-temannya bahkan orang tuanya tidak mengetahui hal tersebut.
                        Kata demi kata terus ia curahkan dalam lembar kerja Microsoft Word 2007 yang belum ia save itu. Hingga jari-jarinya pun berhenti mengetik. Bukan karena ia telah selesai merampungkan cerpennya, justru karena ia bingung menentukan konflik apa yang sesuai untuk cerpennya. Memang banyak cerpen dan novel yang sudah pernah coba ia buat sebelumnya, namun selalu gagal pada saat menentukan konflik. Kalaupun konflik terjadi di cerpennya, ketika ia baca kembali cerpen buatannya itu malah seperti nggak nyambung buanget. Ia pun sedikit ragu dan pesimis bisa menyelesaikan cerpen yang ia kerjakan kali ini dan mendapat nilai A dari guru bahasa Indonesia di Madrasahnya.
                        Tepat jam 22.30 WIB dilihatnya jam di netbooknya yang berada di sebelah pojok kanan bawah layar netbook hp-mini­ nya yang berwarna biru itu. Rasa kantuk yang mulai menyelimutinya pun membuat pemuda tersebut lelah dan memutuskan untuk tidur seraya memulihkan lagi tenaga dan pikiran yang terkuras seharian. Ditekannya tombol ‘ctrl+S’ dan disimpannya file cerpen tersebut dengan nama “CERPENKU TUGAS.docx”. Tombol Enter pun ia tekan dan ia lalu meraih mouse dan mengarahkan kursor untuk men-shutdown­-kan netbooknya.
                        Ia pun menghabiskan wedang jahe buatannya dan segera bergegas untuk tidur. Masih terngiang-ngiang di benak pemuda itu konflik apa yang harus ia pakai pada cerpen karangannya kali ini. Satu demi satu konflik pun coba ia karang di angan-angannya, namun apa daya ia merasa konflik yang ia karang kurang wow, hingga beratnya kelopak mata akhirnya menuntun dirinya berpetualang di dunia mimpi.

                        Kira-kira beginilah mimpi pemuda itu..
***
                        “Brakk...!” terdengar suara bantingan kursi dari rumah tetangga sebelah.
                        “Cukup!, aku tidak mau lagi melihat dirimu, pergi kamu dari rumah ini...!” terdengar dari kejauhan suara marah penuh emosi keluar dari mulut Prapto, pemuda pengangguran yang dulunya adalah seorang sarjana hukum dari fakultas hukum unversitas ternama di Jawa Tengah. Namun ia sekarang menjadi pengangguran dan sering mabuk-mabukan, judi dan terkadang berpesta narkoba di rumahnya bersama teman-temannya di komunitas  Setan Punk Stres 666. Prapto yang dulu sangat berbeda dengan Prapto sekarang. Ia dulu selalu mendapatkan rengking satu di kelasnya hingga ia SMA. Kepintarannya sangat hebat dibandingkan teman-teman sebayanya sehingga ia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan di salah satu universitas yang terkenal di Jawa Tengah. Namun, setelah ia lulus dan mendapatkan gelar sarjana ia pun berubah 1800.
                        Semua ini berawal dari saat ayahnya meninggal karena penyakit jantung dan gagal ginjal yang dideritanya sejak 4 tahun lalu saat Prapto di semester akhir kuliahnya. Ayahnya adalah seorang pengusaha tepung tapioka yang sukses dan terkenal di seluruh antero kota Pati. Bisnisnya berkembang pesat dan tepung produksinya berhasil menembus pasar ekspor. Keluarga Prapto juga terbilang harmonis, ibunya yang cantik merupakan mantan juara ratu kecantikan di kota Semarang tahun 1987 dan memiliki dua orang anak Prapto dan adiknya Nikmah. Sekian lama keluarga kecil ini hidup bahagia bak dunia ada di genggaman tangan mereka.
                        “Bruakk...!” tiba-tiba terdengar seperti suara benda berat yang jatuh di kamar mandi rumah Prapto.
                        Tak lama kemudian terdengar suara jeritan wanita minta tolong.
                        “Seseorang.. tolong saya...! tolooong..” teriak wanita tersebut.
                        Prapto yang saat itu tengah libur kuliah karena ia telah menyelesaikan tugas skripsi serta tinggal menunggu wisuda dan saat kejadian itu tengah berada dirumah dan terkejut mendengar jeritan ibunya yang berada di kamar mandi.
                        “Ada apa mah?” dengan agak terburu-buru Prapto menghampiri ibunya yang berteriak minta tolong tersebut.
                        “Astaghfirullahal Adziim..” Prapto pun terkejut.
                        “Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun..” Prapto pun terdiam seakan tak percaya melihat ayah yang sangat ia cintai itu terbujur kaku di pangkuan ibunya di kamar mandi.
                        “Ayahmu Prap.. Ayahmu sudah tiada nak..” ibu Prapto pun menatap Prapto dengan penuh kesedihan. Tergambar jelas di wajah cantik nan ayu ibu Prapto tersebut rasa kehilangan yang amat dalam ia rasakan.
                        “Tapi kenapa bisa begini mah? Kenapa?” Prapto bertanya seakan tak percaya.
                        “Ayahmu tadi saat mau buang air tiba-tiba terjatuh dan kepalanya membentur keran di kamar mandi. Saat itu mamah lagi masak di dapur buat makan malam Prap.” Jelas ibunya.
***
                        Empat puluh hari setelah kematian ayahnya, dalam suasana yang masih berduka tiba-tiba terdengar ketukan pintu agak memaksa di pintu depan.
                        “Tok.. Tok.. Tok..”
                        “Woyy Subandriyo! Keluar kamu...! kalo kamu masih tidak mau keluar kami akan mendobrak paksa pintu ini.” Terdengar suara ancaman yang keluar dibalik pintu.
                        Ibu prapto yang sedang mencoba tidur siang karena kecapean setelah acara peringatan 40 hari meninggalnya mendiang suaminya itu pun segera membukakan pintu. “Iya sebentar..” teriak ibu Prapto.
                        Dibukalah pintu rumah itu dan ternyata tiga orang kekar dan tinggi besar yang dari tadi mengetuk pintu rumah. “Bu, kami dari Bank Artha Saudara mau bertemu dengan bapak Subandriyo menuntut beliau segera melunasi hutang-hutangnya yang sudah jatuh tempo. Apakah beliau ada?” tanya seorang Debt Collector kepada ibu Prapto.
                        “Oh.. suami saya.. beliau sudah meninggal beberapa waktu yang lalu mas. Kemarin baru saja hajatan peringatan 40 harinya.” Jelas ibu Prapto.
                        “Wah, kami turut berduka cita bu atas meninggalnya bapak Subandriyo.. tapi hutang tetap saja hutang dan itu harus dibayar.” Ungkap seorang debt collector itu.
                        “Memang, berapa hutang suami saya ya pak?” tanya ibu Prapto.
                        “20 M bu.., ini datanya.” Jelas debt collector itu sembari ia menunjukkan kwitansi dan surat jaminan yang sudah ditandatangani pak Subandriyo dengan materai Rp6000,00.-.
                        “Masya Allah! Besar sekali pak.. uang kami tidak cukup untuk melunasi hutang-hutang itu saat ini pak.”
                        “Wah, berarti rumah ibu beserta aset-aset ibu kami sita sebagai pengganti hutang-hutang beliau bu, karena ini sudah jatuh tempo selama setahun lebih dan belum lunas juga.” Ucap debt collector yang kekar dan ngeri itu.
                        Ibu Prapto pun terkejut mendengar hal itu. Tidak ada lagi yang bisa ia perbuat selain menuruti apa yang debt collector minta. Prapto yang tengah asyik nonton TV bersama adik kesayangannya itupun mendengar apa yang terjadi di ruang tamu. Karena penasaran ia menghampiri ibunya yang sedang bersama tiga orang kekar dan besar itu.
                        “Nak, kemasi barang-barang kita dan bilang kepada adikmu juga ya? Suruh dia kemasi barang-barang kita” perintah ibu Prapto.
                        “Lho emang ada apa mah?”
                        “Mendiang ayahmu punya hutang 20 milyar kepada Bank Artha Saudara dan sudah setahun lebih jatuh tempo. Dan kita sudah tidak punya apa-apa lagi untuk bisa membayar hutang-hutang itu nak.. Sesuai kesepakatan, ayahmu dulu memeberikan jaminan rumah ini dan aset-asetnya termasuk pabrik tepung kita nak, jadi semua yang kita miliki harus disita oleh bank.” Jelas ibu Prapto dengan sangat berat.
                        “Tapi, mah..”
                        “Sudah mengalah saja, kita memang sudah kalah dan tidak punya apa-apa lagi. Kalau kita melawan juga percuma. Nanti yang ada malah masalah ini menjadi panjang.” Potong ibu Prapto.
                        Prapto beserta ibu dan adiknya pun pindah rumah. Dengan sisa uang warisan ayahnya mereka membeli rumah sederhana di sebuah kampuk agak pelosok.
                        Karena banyaknya masalah yang terjadi di keluargnya, ibu Prapto pun sering sakit-sakitan. Hingga selang beberapa waktu kemudian ibu Prapto juga dipanggil oleh Yang Maha Memiliki menyusul suaminya yang terlebih dahulu tiada. Sejak saat itu Prapto hidup dengan adiknya yang sudah kelas X SMA. Prapto pun frustasi karena tidak mendpatkan pekerjaan dan adiknya terpaksa berhenti bersekolah karena tidak mempunyai biaya untuk bersekolah. Tidak ada saudara yang membantu mereka hidup karena mereka sendiri tidak kenal Pakdhe, Budhe, Paklik dan Buklik mereka. Sehingga mereka hidup merana tanpa adanya kasih sayang orang tua.
                        Nikmah adik Prapto akhirnya bekerja sebagai buruh ocek (buruh pengelupas kulit ketela pohon) di pabrik tepung yang dulu adalah milik ayahnya. Kehidupannya sekarang berubah drastis setelah ditinggal kedua orang tuanya. Penghasilannya pun pas-pasan sehingga tak jarang mereka tidak makan seharian.
                        Prapto yang frustasi dan tekanan batin sekarang sering pulang malam. Ia sekarang terjerumus jurang setan narkotika dan miras setelah bergabung di geng anak Punk nya itu. Ganja, Heroin, Morfin dan beberapa botol minuman keras kadang bisa dengan mudah ditemukan di kamarnya yang agak kumuh. Tak jarang Prapto pun memukuli adiknya sendiri yang tidak bersalah karena tidak mau dimintai uang untuk membeli miras dan selinting ganja. Sehingga banyak tetangga mereka yang merasa kasihan kepada Nikmah adik Prapto.
                        Karena ulahnya itulah Prapto diusir dari kampung tersebut, ia sekarang menjadi anak punk jalanan bersama teman-temannya di komunitas Setan Punk Stres 666. Adiknya si Nikmah diangkat menjadi anak angkat oleh tetangganya. Dan Prapto hidup di jalanan bersama teman-temannya. Ngamen, malak, nyopet dan njambret pun dijalani Prapto beserta kawan-kawan untuk bertahan hidup di jalanan kota yang keras.
                                                                                    ***
                        Siang hari di bulan Agustus yang panas karena musim hujan telah lama tidak datang, Prapto beserta temannya Garong tengah beraksi untuk menjambret tas di daerah terminal kota Pati. Ia dan Garong pun mulai mengawasi satu demi satu wanita ber-tas yang lalu lalang di tengah kesibukan terminal kota Pati. Hingga merekapun menemukan mangsa yang tepat. Terlihat dari balik tenda warung kopi Pak Sarman tempat Prapto dan Garong mencari mangsa nampak seorang mahasiswi berjilbab yang mempunyai tinggi sekitar 168 cm tengah berjalan sendiri tanpa teman menuju sebuah bis jurusan Pati-Semarang. Saat wanita itu mau naik bis Ikha Jaya yang akan ia tumpangi, Prapto dan Garong pun dengan cepat merebut tas wanita itu.
                        “Jambreeett.. Jambreeett.. toloooonngg...!!” wanita itu berteriak meminta pertolongan kepada semua orang yang ada di terminal itu. Sontak semua orang yang mendengar jeritan itu langsung mengejar Prapto dan Garong yang kabur melarikan diri. Mereka berlari sekuat daya dan tenaganya. Meski dikejar banyak orang Prapto dan Garong akhirnya berhasil menyelamatkan diri karena mereka bersembunyi di dalam tempat sampah di pojok terminal.
                        “Wahaha.. mantap mangsa kita kali ini Prap..” seru Garong yang kesenengan melihat usaha mereka tidak sia-sia.
                        “Yoi brader.. untung kita bisa selamet. Coba kalo kagak, bisa ancur kita. Hehehe” sahut Prapto.
                        Mereka berdua membuka tas tersebut yang didalamnya berisi dompet, kosmetik, hp blackberry dan dua bungkus pembalut wanita yang masih baru. Prapto pun membuka isi dompet wanita tersebut dan ditemuinya uang tunai sejumlah 25 juta rupiah beserta KTP atas nama Khusnatuz Zayni Ramadhan. Dilihatnya foto KTP tersebut, wajah cantik nan rupawan wanita itu yang berbalutkan jilbab berwarna biru. Tertera juga alamat wanita tersebut di Jalan KH. Ahmad Mutammakin no. 29 Kajen Margoyoso Pati. Ada juga secarik kertas keterangan dokter dari RS. Mardi Rahayu Kudus yang berisi keterangan tentang penyakit jantung dan gagal ginjal yang diderita atas nama H. Ahmad Abdullah Az-Zaky yang tidak lain merupakan ayah dari Khusna wanita yang dijambretnya siang tadi.
                        Matahari telah memerah pertanda malam akan segera datang, Prapto merasa bersalah kepada wanita yang ia jambret tadi siang bersama Garong. Ia teringat kepada Almarhum ayahnya yang juga menderita penyakit yang sama seperti ayah wanita tadi. Ia lalu berinisiatif mengembalikan tas hasil. Ia merasa kasihan kepada wanita yang ia jambretnya tadi.
                        Meski ditentang teman-temannya, Prapto tetap ngotot ingin mengembalikan tas milik wanita cantik yang dijambretnya tadi.
                        “Weiz loe tu dah gila ya bro?? Setengah mati loe lari biar gak digebukin orang. Giliran uda berhasil dapet tasnya malah mau lu kembaliin begitu aja! Stres lu bro...” ujar Bagus teman satu geng Prapto yang juga sebagai ‘ketua suku’ di geng Setan Punk Stres 666.
                        Prapto pun ngotot tetap ingin mengembalikan tas itu. Ia bahkan sempat menerima pukulan dari teman-temannya agar ia tidak mengembalikan tas tersebut dan menikmatinya bersama teman-temannya. Meski dipukuli teman-temannya hingga babak belur akhirnya Prapto berhasil melarikan diri dari teman-teman satu gengnya itu dan mencoba mencari alamat yang ada di tas tersebut.
                        Keesokan harinya saat mentari mulai menampakkan sinarnya lagi, dengan uang sisa hasil ngamennya selama seminggu ia pergi menuju alamat itu untuk mengembalikan tas beserta isinya dan sekaligus meminta maaf kepada wanita pemilik tas itu. Dinaikinya bis engkel Cahaya Abadi jurusan Pati-Tayu. Walau penuh sesak karena jam berangkat kantor dan sekolah tak menyurutkan niatnya untuk mengembalikan tas tersebut. Ia selalu terngiang-ngiang kejadian meninggalnya ayahnya yang mengakibatkan ia harus hidup dijalanan karena diusir dari kampungnya gara-gara memukuli adik kesayangannya yang tidak bersalah dulu. Setetes air mata pun membasahi pipi kasarnya saat teringat kejadian masa lampaunya itu.
                        Protelon Kajen.. Protelon Kajen..! ayo yang mau turun. Sudah sampai di protelon Kajen ini.” Teriak kondektur bis yang menandakan bahwa ia telah sampai di Pertigaan Mbang Arum Ngemplak yang sedikit lagi sampai ke Kajen. Ia memang sudah tidak asing lagi dengan desa Kajen yang punya banyak santri dan juga konter hp ini. Almarhum ayahnya sering mengajak Prapto berziarah di makam mbah Ahmad Mutammakin dan sering juga mengajaknya bersama adiknya menyaksikan parade drumband ketika khaul mbah Kajen dan mbah Ngemplak (sebutan untuk Syekh Ahmad Mutammakin Kajen dan Syekh Ronggokusumo Ngemplak) setiap tanggal 10 Syura dan 10 Shofar Hijriyah. Ia pun seakan bernostalgia pada masa-masa kecilnya bersama keluarganya yang penuh kasih sayang dulu.
                        Langkah demi langkah ia tapaki. Perlahan namun pasti ia menyusuri jalan dan sesekali beristirahat karena kelelahan berjalan kaki. Suara adzan dzuhur menggema keseluruh penjuru ‘Kota Santri’ dan menandakan hari telah siang. Hatinya pun terketuk untuk melaksanakan solat yang telah lama ditinggalnya. Prapto ingin berubah seperti dulu waktu kecil lagi dan berniat untuk meninggalkan kebiasaan buruknya mengonsumsi miras dan narkoba. Hatinya seolah terketuk oleh suara adzan yang merdu dari speaker masjid yang legendaris itu ‘Masjid Kajen’. Ia lalu bergegas menuju masjid Kajen untuk solat dhuhur berjamaah. Walau berpakaian mengerikan dan serba hitam khas anak-anak punk, ia tetap melanjutkan niatnya untuk bertemu dengan Allah Tuhan Semesta Alam.
                                                                                    ***
                        Solat pun selesai ia kerjakan meski ada beberapa bacaan solat yang telah lupa setidaknya Prapto merasa lebih tenang dan hatinya menjadi lebih tentram.
                        “Kang, njenengan anak mana?” seorang santri menghampirinya saat ia hendak mengenakan sepatunya lagi.
                        “Oh.. saya anak Pati mas! Ini kan saya mau cari alamat ini lho.. perkenalkan nama saya Muhammad Suprapto Subandriyo” Prapto dengan  ramah menyapa santri yang menemuinya itu sembari menunjukkan alamat pemilik tas tersebut.
                        “Iya kang Prapto salam kenal. Nama saya Ali Rozkin kang. Cukup panggil saya Ali deh hehehe! Waah.. ini sih rumahnya Yi Dollah Zaki kang. Saya tahu rumahnya. Mau takziyah juga ya?” tanya santri tadi.
                        “Haah.. takziyah? Kenapa mas? Siapa yang meninggal?” Prapto pun bertanya dengan nada agak terkejut.
                        “Lho, njenengan belum tahu to kalo Yi Dollah sedo tadi pagi?. Baru pagi ini jenasahnya dikebumikan kok kang. Sekitar jam 7 pagi tadi sampai rumah duka setelah dirawat di Kudus. Sebenarnya beliau mau dioperasi, tapi kekurangan uang. Lhawong pas anaknya mau pergi ke Kudus bawa uang malah kena jambret kang diterminal. Hemmm...” Jelas Ali kepada Prapto.
                        Tersentak Prapto pun terdiam dan merasa sangat bersalah sudah menjambret tas berisi  uang yang rencananya akan dipakai untuk operasi itu. Prapto pun meminta santri tadi untuk segera mengantar kerumahnya Yi Dollah Zaki. Setelah sampai di rumah duka, suasana berduka masih menyelimuti kediaman Yi Dollah Zaki. Banyak santri dan santriwati yang berkumpul tak henti-hentinya membacakan Yasin dan Tahlil. Prapto pun ingin menangis, namun ia menahan tangisnya yang hampir saja pecah membasahi pipinya. Ali pun meminta kepada salah satu santri ndalem untuk memanggilkan mbak Khusna.
                        “Mbak.. dicari orang mbak..” salah seorang santriwati menghampiri kamar Khusna dan memanggilnya dengan nada agak pelan. Khusna pun mendengar panggilan itu, ia pun mengusap air mata yang seakan tidak mau berhenti menetes membasahi pipinya yang putih  karena berduka atas kematian abah yang sangat ia cintai itu. Segera ia bergegas membuka pintu kamarnya.
                        “Ehm.. siapa ya dek?” tanya Khusna sambil mengusap air mata lagi.
                        “Nggak tau mbak, pakaiannya serem kok mbak. Kayaknya bukan orang sini deh mbak. Itu orangnya nungguin di depan mbak.” Ujar santriwati itu.
                        Khusna pun penasaran dan menghampiri pria yang berpakaian serba hitam ala preman-preman seperti di TV.
                        “Emmm.. ada perlu apa ya mas?” tanya Khusna yang sedikit penasaran kepada pria tadi.
                        Tersentak Prapto pun kaget melihat kecantikan wajah ayu, cantik nan rupawan wanita bernama lengkap Khusnatuz Zayni Ramadhan itu. Hatinya seakan berbunga-bunga dan jiwanya bagai melayang-layang di atas awan cinta saat memandang wajah manisnya yang berbalutkan jilbab. Prapto pun terdiam melihat kecantikan wajah Khusna yang cantik itu.
                        “Mas..?” Panggil Khusna kepada pria itu.
                        “Eh.. dengan mbak Khusnatuz Zayni Ramadhan ya??” tanya Prapto kaget.
                        “Iya mas, saya sendiri..” jawab Khusna.
                        “Jadi begini mbak, perkenalkan saya Prapto mbak. Saya mau minta maaf kepada mbak dan keluarga mbak..” kata Prapto.
                        “Lho memangnya mas punya salah apa ya sama saya dan keluarga saya?” tanya Khusna lagi.
                        “Besar banget mbak salah saya sama njenengan. Mbak kemarin kena jambret ya mbak?” tanya Prapto dengan nada yang berat.
                        “Iya mas.., tas saya beserta isinya hilang kena jambret di terminal. Padahal ada uangnya yang seharusnya buat operasi abah saya itu. Hemmm...” satu air mata mulai menetes lagi di pipi khusna yang cantik.
                        “Justru itu mbak.., saya merasa sangat bersalah dan benar-benar bersalah telah menjambret tas embak. Ini mbak saya kembalikan tas beserta isi-isinya. Sumpah saya tidak apa-apakan isi tas embak. Bahkan saya tidak menikmati isinya satupun mbak. Maafkan saya mbak..!” jelas Prapto kepada Khusna.        
                        Khusna lalu terdiam dan kaget mendengar pengakuan pria berpakaian ngeri tersebut. Ia merasa ingin membunuh pria yang ada di depannya itu. Namun apa daya, ia merasa tidak tega dan teringat akan pesan ayahnya bahwa membunuh, dan berdendam itu tidak baik dalam Islam. Ia hanya diam dan menahan tangis yang mulai memberat di kelopak matanya.
                        Prapto tak kuasa menahan tangis dan rasa bersalahnya kepada Khusna. Hingga air mata Prapto pun mengalir deras dan membasahi pipinya. Suasana haru pun tercipta diantara mereka.
                        “Mbak.. maaf mbak, ini tasnya njenengan mbak...!!” Dengan bercucuran air mata Prapto pun menyerahkan tas tersebut kepada khusna.
                        “Iya mas saya maafkan, semua ini memang sudah takdir Allah mas..! kalaupun tas saya tidak mas jambret juga kalau takdir Allah mengatakan abah saya tiada pada hari ini pasti tidak ada yang bisa melawan hal itu mas. Ibarat nasi itu suah menjadi bubur.” Khusna mencoba untuk tabah dan menerima dengan lapang dada tanpa adanya dendam di hatinya.
                        “Terimakasih mbak.. Saya pengin berubah mbak..! Saya pengen tobat dan kembali mengenal Allah lagi mbak. Saya ingin menebus dosa-dosa saya yang dulu mbak!,” kata Prapto dengan nada agak menyesal dan marah kepada dirinya sendiri. Prapto ingin berubah dan bertaubat lagi. Tekadnya sudah bulat untuk meninggalkan jurang hitam setan yang ia diami selama ini.
                        “Kalau mbak setuju, ijinkan saya nyantri disini mbak. Saya ingin belajar agama lagi. Saya ingin bertaubat mbak...!! Tolong saya mbak!” sambung Prapto lagi dengan air mata mengucur deras diwajahnya.         
                        Khusna pun terkejut mendengar hal itu. Ia seolah tak percaya masih ada saja seorang jambret yang mau mengembalikan tas seisinya kemudian menyatakan ingin bertaubat ke jalan yang benar dan meminta pertolongan kepadanya untuk mengajarinya ilmu agama.
                        “Khus.. ada orang to nduk? Kok nggak dikasih minum?” Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita yang terlihat agak sepuh memanggil Khusna dan memecah keharuan yang terjadi antara Khusna dan Prapto.
                        “Eh umi.. perkenalkan mas ini umi saya, namanya Umi Salamah. Anak-anak santri manggilnya Nyai Salamah.” Ucap Khusna memperkenalkan ibunya kepada Prapto.
                        “Eh umi.. nama saya Muhammad Suprapto Subandriyo mi.., hehehe” Prapto tertawa ramah menutupi rasa bersalahnya kepada keluarga Khusna. Sementara Khusna mengambil minuman aqua yang disediakan untuk para pelayat.           
                        “Lho kamu itu kalau tidak salah putranya bapak Subandriyo yang dulu pengusaha tepung sukses itu ya nak?” tanya umi ke Prapto
                        “Iya umi, kok umi tahu?” tanya Prapto balik.
                        “Wah.. aku ini ya budhemu nang...! Bapakmu itu adik dari almarhum Yi Dollah Zaki suamiku nang. Lha ibu dan adikmu gimana kabarnya?” tutur Umi Salamah.           
                        Prapto terkejut mendengar bahwa ia masih saudara dengan Khusna. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa orang yang ia jambret ternyata masih saudara tunggal mbah dengannya.
                        “Wah.. beneran ini umi? Njenengan mosok budhe saya??” tanya Prapto seakan tak percaya dengan apa yang umi katakan.
                        “Iya nang.. percaya umi deh!, bapakmu Subandriyo itu kan yang gendut dan jarang mandi kan nang?” tanya Umi Salamah meyakinkan Prapto.
                        “Hehehe.. iya umi..! berarti tidak salah lagi kalo umi itu budhe saya?” tanya Prapto.
                        “Iya nak Prapto.. adekmu dan ibukmu gimana sekarang sehat??” tanya umi lagi.
                        “Adekku diangkat jadi anak angkat tetangga um.. ibuku meninggal beberapa bulan setelah ayah tiada. Dan aku frustasi karena kebanyakan pikiran sehingga terjerumus ke jurang hitam narkoba umi!, aku menjadi anak jalanan yang amburadul dan tidak ada yang memberiku kasih sayang. Tapi aku ingin taubat seperti dulu lagi um, boleh nggak saya nyantri di pondok umi ini??” Jelas Prapto.
                        “Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun.. ibumu sudah meninggal juga nak??, Masya Allah, umi tidak mendengar kabar itu nak.. maafkan umi ya nak ya?” tutur umi seolah kaget mendengar cerita dari Prapto. “Kalau itu memang maumu untuk taubat dan belajar agama lagi di pondok ini,umi dengan senang hati akan menerimamu menjadi santri disini nak. Tapi berjanjilah untuk tidak sekali-sekali mendekati jurang hitam setan seperti narkoba, miras dan kawan-kawannya itu lagi. Berjanjilah kepada umi dan kepada Allah nak.”         
                        “Iya Umi, saya berjanji tidak akan masuk ke jurang hitam itu lagi. Saya sadar semua yang telah saya perbuat selama ini salah. DEMI ALLAH SAYA INGIN TAUBAT!” Janji Prapto kepada umi.
                        Semenjak itu Prapto pun menjadi santri di ponpes tersebut. Setelah betahun-tahun terlewati ia nyantri dan dirasa ilmu agamanya cukup ia akhirnya meminang Khusna anak dari Almarhum KH. Ahmad Abdullah Az-Zaky, wanita yang pernah ia jambret tasnya di terminal. Adik Prapto dek Nikmah pun telah dewasa dan menikah juga dengan salah seorang santri Kajen bernama Ali yang Prapto temui seusai solat dhuhur dan yang mengantar Prapto ke rumah Khusna dulu.
                        Mereka akhirnya hidup bahagia, Prapto dan Khusna memiliki seorang anak putra bernama Soleh. Dan Nikmah yang menjadi istri Ali memiliki empat orang anak. Dua anak mereka putra, dan dua lagi putri.
                        Suatu ketika banjir pun menggenangi desa Kajen karena hujan deras yang tak kunjung berhenti.. seisi rumah terendam banjir sehingga semua barang basah kuyup termasuk Prapto.
                        Dan pemuda yang bermimpi dalam tidurnya itupun terbangun kebasahan karena sebenarnya ia telah diguyur air satu ember oleh kakeknya yang kesal karena ia masih molor juga. Pemuda pemimpi tadi akhirnya bangun untuk mengambil wudhu dan segera solat sembari mencoba mengingat-ingat mimpinya semalam. Ia tak mau kehilangan cerita yang mengharukan di mimpi itu dan menuliskan mimpinya di tugas cerpennya.
                        Matahari mulai meninggi, jam hp-nya telah menunjukkan pukul 06.00 WIB. hari ini merupakan hari libur sekolah bagi pemuda itu, karena esok hari akan ada MID semester di sekolahnya dan sekolahnya diliburkan sehari, jadi ia bisa menghabiskan waktu liburnya untuk meneruskan cerita pendek karangannya itu. Diketiknya cerita dalam mimpinya. Terkadang ia berhenti sejenak untuk mengingat-ingat cerita apa yang terjadi di mimpinya semalam. Paragraf demi pragraf pun terbentuk dan menghasilkan sebuah cerita pendek sepanjang sembilan halaman. Akhirnya cerpen yang ia kerjakan pun selesai. Perutnya yang mulai keroncongan karena belum diisi seharian memaksanya untuk menyudahi menulis cerpen itu. Rasa puas terpancar jelas di wajahnya yang penuh jerawat dan belum mandi itu. Diketiknya cerpen itu sampai selesai. Hingga cerpen buatannya itupun berakhir di SINI.
                       
                                                                                    ***


SEKIAN DAN TERIMAKASIH

T A M A T
 ---------------------------
keterangan
*) Cerpen ini adalah cerpen tugas yang penulis karang dan tulis saat kelas X MA

1 komentar:

  1. Solusi yang tepat jangan anda putus asah... KI .angen jallo akan membantu anda semua dengan Angka ritual/GHOIB: butuh angka togel 2D 3D 4D SGP / HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin 100% jebol Apabila ada waktu silahkan Hub: KI RONGGENG DI NO: [[[ 085-283 790 444 ]]] ANGKA GHOIB: SINGAPUR 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB: HONGKONG 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB; TEXAS ANGKA GHOIB; TOTO/ MAGNUM 4D/5D/6D/ ANGKA GHOIB; LAOS/JIKA INGIN MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH 20 X TERBUKTI
    TRIM’S ROO,MX SOBAT




    Solusi yang tepat jangan anda putus asah... KI .angen jallo akan membantu anda semua dengan Angka ritual/GHOIB: butuh angka togel 2D 3D 4D SGP / HKG / MALAYSIA / TOTO MAGNUM / dijamin 100% jebol Apabila ada waktu silahkan Hub: KI RONGGENG DI NO: [[[ 085-283 790 444 ]]] ANGKA GHOIB: SINGAPUR 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB: HONGKONG 2D/3D/4D/ ANGKA GHOIB; TEXAS ANGKA GHOIB; TOTO/ MAGNUM 4D/5D/6D/ ANGKA GHOIB; LAOS/JIKA INGIN MENGUBAH NASIB KAMI SUDAH 20 X TERBUKTI
    TRIM’S ROO,MX SOBAT

    BalasHapus