Rabu, 20 Juli 2016

Rangkuman Perkuliahan Ilmu Fiqih

Rangkuman Perkuliahan Ilmu Fiqih
Kelas PBA A 2015 - UIN Walisongo Semarang



       I.            Definisi Fiqih dan Ilmu Fiqih
a.      Fiqih
Fiqih berasal dari kata فقه-يفقه-فقها yang berarti memahami. Secara istilah kata fiqih berarti ilmu yang mempelajari hukum-hukum islam dengan jalan atau ijtihad.
Sementara menurut Hasbi fiqih diartikan suatu ilmu yang mempelajari syariah yang bersifat amaliah yang diperoleh dari dalil-dalil hukum yang terperinci dari sumber hukum.
b.      Ilmu Fiqih
Ilmu fiqih menurut istilah syar’i yaitu ilmu dengan hukum-hukum syar’i amaliah yang dipraktekan dan dikemukakan secara mendetail atau himpunan hukum syar’i amaliah diuraikan secara terperinci.

Ushul fikih menurut istilah syari’at ialah ilmu, peraturan-peraturan dan pembahasan-pembahasan yag mana dengan itulah orang sampai mempergunakan hukum-hukum syar’i amaliah (yang bersangkut dengan amal perbuatan) yang menunjukkan secara terperinci atau himpunan undang-undang dan pembahasan yang menyampaikan orang untuk mempergunakan hukum-hukum syari’at amaliah yang menunjukkannya secara terperici.

    II.            Definisi Hukum
Hukum syara’ menurut ulama ushul ialah doktrin (kitab) syari’ yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf secara perintah atau diperintahkan memilih atau berupa ketetapan (taqrir). Sedangkan menurut ulama fiqh hukum syara ialah efek yang dikehendaki oleh kitab syari’ dalam perbuatan seperti wajib, haram dan mubah .
Secara ringkas, hukum Islam adalah syariat yang  berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).

 III.            Sumber hukum dalam Islam
a.      Al-Quran
ü    Definisi
Kata Alquran dalam bahasa Arab berasal dari kata / Qara'a artinya ' membaca, sedangkan bentuk masdharnya qur’anan yang artinya bacaan.
Sedangkan menurut istilah Alqur’an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad melalui malaikat Jibil secara mutawatir dan pahala bagi orang yang membaca Al- qur’an.

ü   Hukum dalam Al- qur’an:
1.       Hukum-hukum I'tiqadiyyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan keimanan kepada Allah swt, kepada Malaikat, kepada Kitab-kitab, para Rasul Allah dan kepada hari akhirat. 
2.       Hukum-hukum Khuluqiyyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan akhlak. manusia wajib berakhlak yang baik dan menjauhi prilaku yang buruk.
3.       Hukum-hukum Amaliyah, yaitu hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia. Hukum amaliyah ini ada dua; Mengenai Ibadah dan Mengenai muamalah dalam arti yang luas.

ü   Kehujjahan Al-Quran
Alqur'an merupakan sumber utama hukum Islam yang diturunkan Allah dan wajib dilaksanakan. Seorang mujtahid tidak dibenarkan menjadikan dalil lain sebagai hujjah sebelum membahas dan meneliti ayat-ayat Alqur'an. Apabila hukum permasalahan yang ia cari tidak ditemukan dalam Alqur'an, maka barulah mujtahid tersebut mempergunakan dalil lain
Alqur'an Dalil Qath'i dan Zhanni Alqur'an yang diturunkan secara mutawatir, dari segi turunnya berkualitas qath'i (pasti benar) akan tetapi, hukum-hukum yang dikandung Alqur'an ada kalanya bersifat qath'i dan ada kalanya bersifat dzanni (relatif benar). Ayat yang bersifat qath'i adalah lafal-lafal yang mengandung pengertian tunggal dan tidak bisa dipamahi makna lain darinya. Ayat-ayat seperti ini, misalnya ; ayat-ayat waris, hudud , kaffarat.
Alqur'an Dalil Kully dan Juz'i Alqur'an sebagai sumber utama hukum Islam menjelaskan hukum-hukum yang terkandung di dalamnya dengan cara :
1.              Penjelasan rinci (juz’i) terhadap sebagian hukum-hukum yang dikandungnya, seperti yang berkaitan dengan masalah aqidah, hukum waris, hukum-hukum yang terkait dengan masalah pidana, hudud, dan kaffarat.
2.              Penjelasan Alqur'an terhadap sebagian besar hukum-hukum itu, bersifat global / kully, umum, dan muthlaq, seperti dalam masalah shalat yang tidak dirinci berapa kali sehari dikerjakan, berapa ra'kaat untuk satu kali shalat, apa hukum dan syaratnya.

b.      Hadis
ü  Definisi
Hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi Muhammad , baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: taqrîr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: bi'tsah) dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadits di sini semakna dengan sunnah.
ü  Bagian-Bagian Hadis
Ø  Sanad :Persambungan pembawa dengan penerima hadis
Ø  Matan : Isi hadis
Ø  Rawi : Pembawa hadis atau sanad terakhir
ü  Macam-Macam Sunnah
Ø  Bentuk: Qauliyah, Fi’liyah, Taqririyah
Ø  Jumlah perawi: mutawatir, mashur, ahad
Ø  Kualitas:  shahih, hasan, dhaif, maudhu’
Ø  Diterima/tidaknya: maqbul, mardhud
Ø  Orang yang berperan: marfu’, mauquf, maqthu’
Ø  Dll: man’an, munqathi
ü  Fungsi Sunnah terhadap Al-Quran
Hadis berfungsi sebagai sumber kedua (ta’kid), bayan seperti memerinci, menghususkan dan membatasi serta fungsi terakhir yaitu menetapkan hukum.

c.       Ijtihad
ü  Definisi
Ijtihad (Arab: iاجتهاد) adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.
ü  Objek Ijtihad
Menurut Imam Ghazali, objek ijtihad adalah setiap hukum syara’ yang tidak memiliki dalil yang qoth’i. Dengan demikian, syariat Islam dalam kaitannya dengan ijtihad terbagi dalam dua bagian.
ü  Syarat Mujtahid
1.      Menguasai bahasa Arab dengan baik
2.      Menguasai Alquran dan Hadis
3.      Mengetahui masalah yang diijtihadkan
4.      Menguasai ilmu fiqih
5.      Menguasai maqashidus syar’iah
6.      Mengetahui asbabun nuzul dan asbabul wurud
7.      Mengetahui IPTEK
ü  Cara Ijtihad
                      i.            Ijma’
Ijma’ atau konsesus adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.
Ijma terdiri beberapa unsur:
1. Adanya kesepakatan seluruh mujtahid dari kalangan umat Islam (ulama).
2. Suatu kesepakatan yang dilakukan haruslah dinyatakan secara jelas.
3. Yang melakukan kesepakatan tersebut adalah mujtahid.
4. Kesepakatan tersebut terjadi setelah wafatnya Rasulullah.
5. Yang disepakati itu adalah hukum syara' mengenai suatu masalah atau peristiwa hukum tertentu.
Ijma' umat terbagi menjadi dua:
 1. Ijma' Qauli, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' mengeluarkan pendapatnya dengan lisan ataupun tulisan yang menerangkan persetujuannya atas pendapat mujtahid lain di masanya.
2. Ijma' Sukuti, yaitu suatu ijma' di mana para ulama' diam, tidak mengatakan pendapatnya. Diam di sini dianggap menyetujui. Menurut Imam Hanafi kedua macam ijma' tersebut adalah ijma' yang sebenarnya. Menurut Imam Syafi'i hanya ijma' yang pertama saja yang disebut ijma' yang sebenarnya.
                    ii.            Qiyas
ü  Definisi
Pengertian Qiyas menurut  para ulama ushul fiqh ialah menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa yang tidak ada dasar nashnya dengan cara membandingkannya kepada suatu kejadian atau peristiwa yang lain yang telah ditetapkan hukumnya berdasarkan nash karena ada persamaan ‘illat antara kedua kejadian atau peristiwa itu.
ü  Rukun Qiyas
Ø  Asal/Pokok
Ø  Far’u atau cabang
Ø  Hukum Asal
Ø  Ilat
Ø  Hukum Cabang
ü  Macam-Macam Qiyas
Ø  Qiyas aula adalah illat hukum yang diberikan pada ashl lebih kuat diberikan pada furu. Contoh memukul orang tua diqiyaskan dengan menyakiti hati orang tua
Ø  Qiyas musawi adalah Suatu qiyas yang illatnya yang mewajibkan hukum, atau mengqiyaskan sesuatu pada sesuatu yang keduanya bersamaan dalam keputusan menerima hukum tersebut”. Contoh: menjual harta anak yatim diqiyaskan dengan memakan harta anak yatim.
Ø  Qiyas Syibh adalah qiyas yang fara’ dapat diqiyaskan kepada dua ashal atau lebih, tetapi diambil ashal yang lebih banyak persamaannya dengan fara’. Seperti hukum merusak budak dapat diqiyaskan kepada hukum merusak orang merdeka, karena kedua-duanya adalah manusia.
Ø  Qiyas al-Adna : “Mengqiyaskan sesuatu yang kurang kuat menerima hukum yang diberikan pada sesuatu yang memang patut menerima hukum itu”. Contoh: mengqiyaskan jual beli apel pada gandum merupakan riba fadhl.
                  iii.            Istishab
ü  Definisi
Istishhab secara bahasa adalah menyertakan, membawa serta dan tidak melepaskan sesuatu. Secara terminologi adalah penetapan (keberlakukan) hukum terhadap suatu perkara di masa selanjutnya atas dasar bahwa hukum itu telah berlaku sebelumnya, karena tidak adanya suatu hal yang mengharuskan terjadinya perubahan (hukum tersebut) atau penetapan hukum suatu perkara –baik itu berupa hukum ataupun benda- di masa kini ataupun mendatang berdasarkan apa yang telah ditetapkan atau berlaku sebelumnya.
ü  Pembagian Istishab
1.       Istishhab hukum asal atas sesuatu saat tidak ditemukan dalil lain yang menjelaskannya; yaitu mubah jika ia bermanfaat dan haram jika ia membawa mudharat -dengan perbedaan pendapat yang masyhur di kalangan para ulama tentangnya; yaitu apakah hukum asal sesuatu itu adalah mubah atau haram-.
Salah satu contohnya adalah jenis makanan dan minuman yang tidak ditemukan dalil yang menjelaskan hukumnya dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, atau dalil lainnya seperti ijma’ dan qiyas.
2.      Istishhab al-Bara’ah al-Ashliyah, atau bahwa hukum asalnya seseorang itu terlepas dan bebas dari beban dan tanggungan apapun, hingga datangnya dalil atau bukti yang membebankan ia untuk melakukan atau mempertanggungjawabkan sesuatu. Sebagai contoh misalnya adalah bahwa kita tidak diwajibkan untuk melakukan shalat fardhu yang keenam dalam sehari semalam –setelah menunaikan shalat lima waktu-, karena tidak adanya dalil yang membebankan hal itu.
3.      Istishhab hukum yang ditetapkan oleh ijma’ pada saat berhadapan dengan masalah yang masih diperselisihkan. Salah satu contohnya adalah bahwa para ulama telah berijma’ akan batalnya shalat seorang yang bertayammum karena tidak menemukan air saat ia menemukan air sebelum shalatnya.
                  iv.            Istihsan
ü  Definisi
Menurut bahasa, istihsan berarti menganggap baik atau mencari yang baik. Menurut ulama ushul fiqh, ialah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan kepada hukum yang lainnya, pada suatu peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil syara`.
Istihsan adalah salah satu cara atau sumber dalam mengambil hukum Islam. Berbeda dengan Al-Quran, Hadits, Ijma` dan Qiyas yang kedudukannya sudah disepakati oleh para ulama sebagai sumber hukum Islam, istihsan adalah salah satu metodologi yang digunakan hanya oleh sebagian ulama saja, tidak semuanya.
ü  Pembagian Istihsan
Ø  Istihsan Qiyasi
Istihsan Qiyasi adalah suatu bentuk pengalihan hukum dari ketentuan hukum yang didasarkan kepada qiyas jali kepada ketentuan hukum uang didasarkan kepada qiyas khafi, karena adanya alasan yang kuat untuk mengalihkan hukum tesebut. Alasan kuat yang dimaksud adalah kemaslahatan.
Ø  Istihsan Istisna’i
Istihsan Istisna'i adalah qiyas dalam bentuk pengecualian dari ketentuan hukum yang berdasarkan prinsip-prinsip khusus. Istihsan bentuk kedua ini dibagi menjadi lima, yaitu: dengan nash, ijma', kedaruratan urf dan maslahah mursalah
                    v.            Urf
ü  Definisi
‘Urf merupakan istilah Islam yang dimaknai sebagai adat kebiasaan. ‘Urf terbagi menjadi Ucapan atau Perbuatan dilihat dari segi objeknya, menjadi Umum atau Khusus dari segi cakupannya, menjadi Sah atau Rusak dari segi keabsahan menurut syariat. Para ulama ushul fiqih bersepakat bahwa Adat (‘urf) yang sah ialah yang tidak bertentangan dengan syari'at.
ü  Pembagian Urf
a.      Al-‘Urf al-Lafzhi. Adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafal/ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas dalam pikiran masyarakat.
b.      Al-‘urf al-‘amali. Adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan biasa atau mu’amalah keperdataan. Yang dimaksud “perbuatan biasa” adalah kebiasaan masyrakat dalam masalah kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain, seperti kebiasaan libur kerja pada hari-hari tertentu dalam satu minggu, kebiasaan masyarakat memakan makanan khusus atau meminum minuman tertentu dan kebiasaan masyarakat dalam memakai pakain tertentu dalam acara-acara khusus.
Adapun yang berkaitan dengan mu’amalah perdata adalah kebiasaan masyrakat dalam melakukan akad/transaksi dengan cara tertentu. Misalnya kebiasaan masyrakat dalam berjual beli bahwa barang-barang yang dibeli itu diantarkan kerumah pembeli oleh penjualnya, apabila barang yang dibeli itu berat dan besar, seperti lemari es dan peralatan rumah tangga lainnya, tanpa dibebani biaya tambahan.
                  vi.            Masalahah Mursalah
ü  Definisi
Menurut bahasa berarti mencari kemaslahatan ( yang mutlak) sedangkan menurut ahli ushul fiqh adalah suatu kemaslahatan dimana Syari’ tidak mensyariatkan suatu hukum untuk merealisir kemaslahatan itu, dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya atau menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya atau tidak ada ijma’nya, dengan berdasar pada kemaslahatan semata ( yang oleh syara’tidak dijelaskan dibolehkan atau dilarang) atau bila juga sebagi menberikan hukum syara’ kepada suatu kasus yang tidak ada dalam nas atau ijma’ atas dasar memelihara kemaslahatan.
ü  Pembagian Maslahah Mursalah
Ø  Mashlahah al-Mu'tabarah, yaitu kemaslahatan yang didukung oleh syara'. Maksudnya, adanya dalil khusus yang menjadi dasar bentuk dan jenis kemaslahatan tersebut. Misalnya terkait alat yang digunakan sebagai hukuman atas orang yang meminum minuman keras karena hukuman bagi pencuri dengan keharusan mengembalikan barang curiannya, jika masih utuh, atau mengganti dengan yang sama nilainya, apabila barang yang dicuri telah habis.
Ø  Mashlahah al-Mulghah, yaitu kemaslahatan yang ditolak oleh syara', karena bertentangan dengan ketentuan syara'. Misalnya, kemaslahatan harta riba untuk menambah kakayaan, kemaslahatan minum khomr untuk menghilangkan stress, maslahah orang- orang penakut yang tidak mau berjihad, dan sebagainya
Ø  Mashlahah al-Mursalah, yaitu kemaslahatan yang keberadaannya tidak didukung syara' dan tidak pula dibatalkan atau ditolak syara' melalui dalil yang rinci. Contoh bagi maslahah ini adalah yang telah dibincangkan oleh ulama’ ialah seperti membukukan al-Qur’an, hukum qisas terhadap satu kumpulan yang membunuh seorang dan menulis buku-buku agama.
 IV.            Pembagian Hukum
a.      Hukum Taklifi
ü  Definisi
Hukum taklifi adalah tuntutan Allah yang berkaitan dengan perintah untuk mengerjakan ataupun meninggalkan suatu perbuatan.
ü  Pembagian hukum taklifi:
Ø   Al-Ijab (Wajib) yaitu tuntutan pasti atau perintah untuk dikerjakan. Jika seseorang meninggalkan tuntutan yang sudah pasti tersebut, dikenai sanksi atau hukuman. Dalam Al-Qur’an banyak ditemukan ayat-ayat yang menyebutkan perintah Allah di antaranya ditunjukkan dengan adanya tanda perintah atau dalam tata bahasa Arab dikenal dengan fi’il amr. Contohnya pada ayat yang artinya, ” . . . . dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat . . . ” (Q.S. al-Baqarah [2]: 110). Dengan perintah itu, hukum salat dan zakat adalah wajib. Meskipun demikian, kadang bentuk perintah juga berarti sunah
Ø  An-Nadb
An-nadb adalah tuntutan untuk melaksanakan suatu perbuatan, tetapi tidak secara pasti atau harus. Jika seseorang meninggalkan tuntunan tersebut tidak mendapat dosa. Contohnya ayat berbunyi, ”. . . Apabila kamu bermuammalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya” (Q.S. al-Baqarah [2]: 282). Kata hendaklah atau utamanya menunjukkan tuntunan, meskipun bukan menjadi keharusan.
Ø  Al-Ibahah
Al-ibahah adalah penetapan Allah yang mengandung kebolehan memilih antara melakukan atau meninggalkannya. Perbuatan yang boleh dipilih ini dikenal juga dengan mubah. Contohnya pada ayat al-Jumu’ah [62]: 10. Dalam ayat ini penjelasan carilah karunia Allah, misalnya dengan berdagang, hukumnya dibolehkan. Ciri-ciri lain yaitu menggunakan kalimat la-junaha, la- haraja, la-isma, dan lainnya yang berarti tidak dilarang atau tidaklah berdosa.
Ø  Karahah
Karahah adalah tuntunan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi tidak bersifat pasti atau harus sehingga jika melaksanakannya tidaklah berdosa. Perbuatan tersebut disebut dengan makruh. Contohnya sabda Rasulullah dalam riwayat Abu Daud yang menjelaskan bahwa perbuatan halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak. Meskipun talak halal, tetapi dibenci oleh Allah sehingga hukumnya makruh.
Ø  Tahrim
Tuntunan atau perintah untuk tidak mengerjakan yang bersifat pasti. Tuntunan yang dilarang tersebut dikenal dengan istilah haram. Contohnya dalam ayat yang menjelaskan, ”. . . diharamkan bagimu bangkai, . . .” (Q.S. al- Ma’idah [5] ayat 3). Tahrim ditunjukkan dengan tanda-tanda kalimat yang bermakna pengharaman, seperti kata harramah urrima, atau la-yah illu, yang seluruhnya mengandung makna pengharaman atau tidak dihalalkan.
b.      Hukum Wadh’i
ü  Definisi
Hukum wad‘i yaitu ketetapan Allah yang mengandung pengertian bahwa terjadinya suatu hukum adalah karena adanya sebab, syarat, ataupun penghalang.
ü  Ketentuan hukum wadh’i
a.      Sebab
Sesuatu yang mendasari adanya hukum. Dengan adanya sebab maka ada hukum. Contohnya terbitnya fajar menyebabkan wajibnya mengerjakan salat Subuh.
b.      Syarat
Sesuatu yang berada di luar hukum, tetapi keberadaan hukum tergantung kepadanya. Akan tetapi, adanya syarat tidak mengharuskan adanya hukum perbuatan. Contohnya sebelum salat disyaratkan berwudu terlebih dahulu. Akan tetapi, orang yang berwudu tidak selalu harus mengerjakan salat.
c.        Penghalang
Keadaan yang dengan adanya penghalang ini, tidak menyebabkan adanya hukum. Contohnya perempuan yang sedang datang bulan menyebabkan tidak diwajibkannya mengerjakan salat.
d.       Sah
Perbuatan hukum yang telah terpenuhi aturannya, seperti syarat, sebab, dan tidak adanya penghalang. Contohnya salat Subuh sah jika telah terbit fajar, dikerjakan setelah berwudu, dan tidak ada penghalang bagi yang mengerjakan.
e.        Batal
Terlepasnya hukum dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Contohnya bertransaksi jual beli secara riba. Jual beli tersebut dianggap batal karena mengandung fasad sehingga transaksinya pun dianggap tidak sah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar