"Hermaaann.. Hermaaann..." suara lirih perlahan keluar dari Prof Romli.
Saat membuka kedua matanya ia melihat berbagai macam alat menempel di badannya. Mulai dari selang infus yang beraneka macam, hingga selang oksigen yang terus menerus menyemburkan hawa dingin di hidungnya. Ia tak mampu merasakan hampir sebagian tubuhnya. Tubuhnya terikat, diperban dan diplester hampir menyerupai mumi. Bahkan wajahnya juga tertutup oleh kain kasa hingga ia tak mampu merasakan wajahnya sendiri.
*biiipp... biiiipp.. biiiippp..* suara alat pendeteksi detak jantung mulai mengganggunya. Ia merasa hancur dan putus asa melihat semua penelitian dan karir akademiknya rusak. Tidak ada lagi yang bisa diselamatkan. Hingga tetes mata pun meluncur dari matanya yang memerah.
"Bapak.. bisa mendengar suara saya?" tiba tiba suara seorang perempuan yang lembut terdengar di telinga kirinya. Tampak seorang suster berhijab dengan pakaian serba putih mendekatinya.
"Detak jantung normal.. Tekanan darah mulai stabil. Saya ambil sampel darah sedikit ya pak untuk uji laborat. "
Suster itupun menancapkan jarum kecil di tangan kanannya yang tidak dapat merasakan apa-apa.
"Herman sus.. dimana Herman??" ucap prof Romli lirih.
"Oh Herman mahasiswa bapak?, dia baik-baik saja pak.. dia sekarang dirawat di ruang Mawar VIP di lantai 2."
"Syukurlah.."
"Sekarang bapak istirahat saja dulu, agar kondisi bapak segera membaik."
Suster tersebut kemudian keluar dari ruangan tempat prof Ramli berada sembari membawa sampel darah prof Romli. Ia pun bergegas menuju laboratorium.
Ia kagum seakan tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Darah prof Romli nampak bermutasi dengan nuklir. Setelah dipanaskan dengan heater dalam lensa mikroskop nampak darah prof Romli bergerak sangat cepat dan kuat.
"Astaga.. mungkinkah ini??" suster itupun masih tidak percaya dengan yang dilihatnya.
***
Sementara itu di laboratorium kampus tempat terjadinya ledakan tampak ramai oleh polisi dari Polda DIY yang berlalu-lalang mengumpulkan data TKP, tampak pula wartawan dari berbagai media menunggu di luar gedung dengan kamera-kamera mereka sedang meliput dan berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.
Di dalam laboratorium tampak sibuk salah seorang polisi dari divisi forensik, namanya adalah Bripka Made dibantu beberapa rekannya tengah menganalisa tempat terjadinya ledakan.
"Semua yang ada disini berantakan. Kaca reaktor pecah berhamburan, kertas-kertas terbakar, meja terjungkir balik tidak karuan. Tapi ada satu hal yang unik." Ucap Bripka Made.
"Iya pak, anda benar. Dan ada satu hal yang aneh jika bapak memiliki pemikiran yang sama dengan saya." sahut Bripda Yoso yang membantunya bekerja.
"Benar.. Celana jelek itu masih utuh dan nampak masih seperti baru, padahal baru terkena ledakan nuklir."
"Lebih baik kita cek saja pak."
Mereka menghampiri celana tersebut. Ketika Bripda Yoso mulai mendekatkan tangannya untuk meraih celana tersebut tiba tiba..
*Srrrtttt.... srrrttt.. duarr!!*
Suara listrik yang disusul ledakan kecil tiba-tiba muncul dan membuat Bripka Made dan Bripda Yoso terpental.
"Wahh.. sialan!." ucap Briptu Made kesal.
"Mungkin efek nuklirnya masih pak. Kita harus menjaga jarak." sahut Letnan Yoso. #bersambung #kolorijo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar